Laman

Selasa, 19 Februari 2013

'Pacar' dalam Kamusku


Pacar? Kata yang pasti familiar untuk setiap orang. Masalahnya, meskipun familiar, belum tentu semua orang pernah memilikinya #ups .Sengaja sih, nyindir para jomblo #nggak tau diri

Kenapa aku tiba-tiba menulis tentang pacar?
Karena tiba-tiba aku teringat kejadian tahun lalu saat aku TPB.
Saat itu aku berjalan-jalan dengan ibuku (suasana liburan).
Di tengah-tengah perjalanan, entah ada angin apa, ibu berkata, "nduk, nek saiki arep pacaran wes ra popo" (nduk,kalo sekarang mau pacaran udah boleh).
Langsung dong aku mengernyitkan dahi. Iyeu teh si ibu kunaon?
Bisa tebak seperti apa responku?
Dengan ekspresi datar seperti biasa, aku jawab, "mmm, ngko lah bu, gampang, nek wes jodo ben teka dhewe" (mmm, nanti deh bu, gampang, kalo udah jodoh juga datang sendiri).
Ibu pun hanya mengangguk-angguk dengan ekspresi yang sangat terbaca (yaudah deh terserah kamu).

Aku paham maksud ibuku. Mungkin beliau hanya sedikit khawatir.
Dalam satu hal ini aku jauh berbeda dari ibu dan mbakku.
Ibuku jaman muda entah berapa kali pacaran (banyak yang jelas).
Mbakku? Dari kelas 2 SMP dia juga sudah punya pacar dan aku pun tidak tahu berapa kali ganti (ini bahkan lebih banyak dari ibu). Dari yang selisih sekian tahun di atas sampai sekian tahun di bawah, semua sudah mbakku lalui (berasa naon kitu nyak?)
Aku? Boro-boro berapa kali, pernah aja kagak, hahaha (ini ngakak beneran, nggak bohong)

Pacar, atau apalah itu yang biasa diawali dengan 'tembakan' dan diakhiri dengan 'putus' (aneh ya, kenapa tembak pasangannya putus?), untuk beberapa orang mungkin merupakan elemen penting untuk menjalani hidup.
Aku pun tidak memungkiri itu, sepanjang dengan pacaran kedua orang yang bersangkutan bisa saling mendukung, saling mengerti dan memberi solusi, kenapa tidak?
Aku sendiri bukan orang religius yang anti pacaran karena 'katanya' banyak mudaratnya.
Untukku, semua kembali ke masing-masing pribadi.
Suatu hal yang jelek di mata orang, jika dikemas dan dilakukan dalam hal, waktu dan tempat yang sesuai, jelas dia tidak akan menjadi 'mudarat'. Jadi, itu masalah persepsi juga..

Kalau bukan anti lalu kenapa tidak mencoba?
Hmmmm, pengen sih. Nggak ding, hahaha.
Kenapa ya? Aku juga sebenarnya bingung #piye jal?
Yang jelas ada berbagai hal yang mendukungku untuk 'belum' menjalin status dengan orang (belum berarti akan kok #amin deh amin)
Aku bukan tipe cewek yang diidamkan cowok.
Katanya, cowok itu butuh sosok cewek yang bisa menenangkan, perhatian, dsb. Aku? Bahkan jauh dari kata perhatian.
Semua orang yang mengenalku tahu super cueknya aku, seberapa introvert-nya aku (bukan introvert ding, hanya lebih suka menyendiri, salah sendiri orang-orang marmos), kurang peka, suka tidur, aneh, kerjaannya ngemil, nggak bisa dandan, nggak bisa masak (cewek nggak sih sebenernya?).
Tapi, sejelek apapun sifat-sifat itu, aku selalu senang menjadi diriku sendiri. I love myself, the way I am..
Dan aku tidak suka jika ada orang yang berusaha mengubahku.
Aku bisa berubah, jika memang sudah saatnya aku berubah.
Aku dulu tomboy (bukannya sekarang masih?), anti pakaian feminin, anti make-up, anti pilih-pilih baju. Seiring umur bertambah, ada waktunya aku menjadi remaja yang memang sudah waktunya untuk menjadi 'cewek'. Dan saat waktunya tiba, aku berubah perlahan dengan sendirinya.
Aku hanya butuh waktu, aku akan menyadari seperti apa seharusnya aku dan aku bisa meng-handle itu semua.
Sayangnya, cowok yang bisa mengerti cewek seperti ini memang tidak banyak.
Kalau pun ada, belum tentu dia bisa bertahan menghadapi super cueknya aku, salah-salah akhirnya dia kepincut cewek lain (curhat dikit yak, hahahaha)

Alasan pendukung yang lain?
Mmm, buat aku pacaran bukan mainan, bukan sekedar suka-sukaan. Kalau bosen, putus, cari pacar baru lagi.
Kalau hidup seperti itu terus-terusan, kapan mau nikah? (sabar ya, mbak #eh #adikkurangajar)
Lebih baik tidak terlalu sering tapi langgeng kan?
Lagipula, aku bukan orang yang bisa dengan mudah melupakan orang yang pernah ada dalam keseharianku.
Kalau pun sudah bisa, susah membuka hati lagi kalo kata Riris, adik kelasku.

Ada lagi?
Aku tidak suka membuat orang lain tidak nyaman (kecuali aku benci orangnya :p)
Aku tahu sifat super cuek ini cenderung tidak baik untuk orang lain, lebih-lebih jika orang tersebut punya hubungan lebih dekat denganku.
Bisa jadi dia justru menahan sakit hati sendiri karena merasa tidak diperhatikan.
That's why I choose to be more independent, to be alone.
Lebih baik menyendiri kan daripada membuat suasana di keramaian menjadi tidak nyaman? :D
Walaupun banyak yang salah mengira aku introvert, aku malah nyaman dengan hal ini (tu kan aneh)
Lagipula aku tidak introvert, buktinya aku kenal dengan semua teman seangkatanku.
Dan buktinya juga, aku bisa menjadi tukang ngelawak saat aku berkumpul dengan sohib-sohibku.

Orang tuaku sangat paham dengan segala pribadiku ini.
Hebatnya, beliau tidak pernah melarang, menyuruh, atau mengomentariku.
Beliau berdua selalu berkata, anak-anak sudah besar dan tahu apa yang mereka lakukan.
Kalau sampai beliau berdua marah atau menegurku, itu berarti aku yang sudah keterlaluan.
Aduuuuh, syukur alhamdulillah ya Allah punya bapak-ibu kayak gini. Hohoho..
Tenang, pak, bu, insya Allah beberapa tahun lagi ada yang main ke rumah kok #ekspektasi, jiahahaha.
Kata orang, jodoh memang di tangan Tuhan, tapi kalau kamu tidak mengambilnya bagaimana jodoh akan jatuh ke tanganmu?
Kataku, jodoh di tangan Tuhan, masa depan juga di tangan Tuhan.
Tinggal pilih mana yang lebih mendesak untuk dilakukan.
Kalau masa depan memang lebih mendesak, ambil masa depan dulu.
Toh Tuhan tidak sejahat itu membatalkan jodoh yang sudah seharusnya untukmu, iya nggak, Tuhan #wink

0 komentar: