Laman

Selasa, 31 Desember 2013

Happy New Year 2014

Well, waktu cepet banget berlalu ya?
Rasanya baru banget kemarin nulis Happy New Year 2013, ternyata udah lewat aja nih satu tahun.
2013 gila banget, broooo..
Dari yang ketawa ngakak-ngakak sampe nangis guling-guling, semuanya ada.
Pengen sebenernya cerita banyak hal, tapi berhubung koneksi lambat dan akunya suka kelupaan, batal deh.
Maybe next time I'll write it..

Pokoknya, di tahun yang baru ini ( sekian menit lagi ),  semoga kita semua bisa jadi manusia yang lebih baik dan lebi baik lagi. Bisa semakin sadar tanggung jawab. Lancar segala urusannya, amiiinn.
Terutama rezeki ama jodoh, hahaha (jangan galau-galau lagi ah)

Banyak target juga di 2014 ini, semoga kesampean deh, aku bakal berjuang keras. Wish me luck!
Semangat semuaaa..
Once more, Happy New Year 2014!!!

Rabu, 27 November 2013

Kangen rumah

Titik jenuh mendekat.
Semestinya semakin lama semakin kuat. Semestinya semakin jauh berjalan semakin terbiasa dengan keadaan.
Tapi faktanya, semakin jenuh, semakin lelah..
Kangen kalian.
Sabar, sabar, sabar. Sebentar lagi, aku pulang.
*tarik nafas, buang nafas, senyum*
Masih kuat kan? Masih insya Allah.. :)

Rabu, 13 November 2013

One of My Dreams

Sadar masih punya mimpi.
Sadar masih punya harapan.
Sadar masih jauh untuk digapai.
Sadar masih belum menjadi apa-apa.
Sadar masih harus bekerja keras.
Sadar masih ada kesempatan meski tak tahu kapan ujungnya.
Mungkin puluhan tahun lagi.
Mungkin tahun depan.
Mungkin bulan depan.
Mungkin besok.
Atau mungkin hari ini.
Yang jelas..
Aku hanya memohon, biarkanlah kami tetap ada, jadikanlah kami tetap utuh.
Setidaknya, hingga keempat mimpi besarku terwujud.
Salah satunya.. ini..
Insya Allah, nanti (entah kapan), bapak ibu bisa menjadi tamu-Mu, Tuhan :)
Sebelumnya, biarkan aku terus berusaha, dan luruskan niat serta jalanku..
Tuhan itu sesuai prasangka hamba-Nya. Dan Engkau pasti tahu, Engkau selalu yang paling baik di mataku. ^^

Sabtu, 09 November 2013

A Random Person in a Random Evening

   Suatu sore di salah satu spot di kota Bandung.. (apasih)

   Menengok hp sekilas. Masih jam 5 lebih. Masih banyak waktu yang bisa dihabiskan sebelum les dimulai. Lagipula, biasanya adek-adek telat.. Selow lah yaa. Berhubung perut sudah cukup kosong, beli makan sekalian apa salahnya?
"Berapa a' ?"
"9 ribu, neng "
*menyodorkan uang 20 ribu*
"Ada seribu nggak, neng?"
Mendadak bingung, kok malah disuruh nambah seribu? Tapi tanpa pikir panjang, aku sodorkan lagi seribuan ke mamangnya.
"Ini neng kembaliannya."
"Loh, kok kelebihan?"
*si aa' memberi selembar uang sepuluh ribu dan selembar 2 ribu*
Terus aku mikir lama, terus aa' nya juga ikut bingung.
Beberapa detik berlalu, baru ngeh aku kalau maksudnya si aa' aku bayar 21 ribu kembali 12 ribu, soalnya nggak ada seribuan.
Langsung deh aku bilang, "Eh, bener ding, maaf-maaf ". Dan kemudian langsung ngacir.

   Baru beberapa meter dari TKP, rasa-rasanya ada yang kurang. Berhenti dulu. Mikir.. Lhah, bungkusannya manaa? Ketinggalan di warung tadi kayaknya. Preeeettt.
Balik deh aku. Sambil pasang muka tebel, "Misi, a', mau ambil makanan saya, tadi ketinggalan.. hehe."
"Mangga, mangga, neng. "
Aa' nya lempeng sih, tapi yang makan disono yang nggak.. --"
Sabodo teuing deh diketawain orang, udah pasang muka tebel ini. Dengan sok cool-nya aku cabut lagi.

   Sampai di kantor, baru inget kalo belum beli minum. Zingggg... Kalo keselek mau ngapain, kamu, Day? Ambil air keran? -_-
Nengok hp lagi, masih setengah 6, turun dulu lah ke minimarket sebelah sekalian beli jajan (udah beli makan masih juga mikirin cemilan).

   Mau bayar. Di deket kasir. Antri panjang. Sambil liat-liat kanan-kiri. Tiba-tiba..
"Ta?"
Kok kayak ada suara? Kok kayak kenal suaranya? Tapi manggilnya 'Ta'. Mmm, paling bukan aku.
"Ta?"
Ternyata orang di depanku yang manggil. Dan ternyata emang manggil aku. Wuuuuh, udah berapa tahun yaa nggak ada yang manggil pake sebutan ituuu..
"Lhah, kok.. kamu? Ngapain disiniii?"
"Hahaha, iya nih, lagi melancong ke Bandung gue. Nih, bareng sepupu. Barusan gue kira salah orang, tapi elu beneran ternyata. Kurusan lu sekarang. "
"Mmm, stres kali ya.."
"Ah, elu mau stres mau kagak, tetep aja ketawa-ketiwi berisik."
"Ya mau gimana lagi? Daripada nangis guling-guling? Mendingan cengengesan dong. Ya kan ya kaan?"
"Nggak berubah lu dari dulu. "
"Hahaha, jangan ngomongin 'dulu' dong, jadi berasa tua, udah berapa lama sih kita nggak ketemu?"
"5 taun? Eh, 6? Tau, lama pokoknya.. Eh, gimana?"
"Apaan?"
"Masih suka nulis puisi?"
"Waduh, itu kebiasaan lama, cuy, udah jarang sekarang. "
"Yah, padahal seru tuh kalo masih, bisa dibukuin, dijual."
"Otaknya duit mulu deeehh "
(si sepupu): "Yuk, udah nih. Keburu ditunggu eyang "
"Oh, iyaiya. Ta, gue duluan ya, see you someday?"
"Someday? Gaya pol."
"Kan gue nggak mau janjian ketemuan, kalo nggak sengaja gini seru."
"Zzz, terserah deh.."
"Da daa, ta "
"Oke, ati-ati "
Nggak nyangka bisa ketemu lagi sama manusia random itu. He's my old friend. Orang yang pertama kali nyebut aku dengan panggilan 'Tata'. Kenal waktu SMP. Ngaco parah, nggak ada obat pokoknya. Pernah suatu hari dia bilang, "Yang namanya temen, mau ketemu dimana aja, kapan aja, tetep nyambung.."
Dan ya, tiba-tiba ketemu dia di minimarket sebelah kantor, di sela-sela waktu ngajar les, itu aneh, tapi ngobrol nyambung-nyambung aja. Coba lebih lama ketemunya. Huhuhu.
Masih inget banget, hari terakhir ketemu anak ini. Di boyolali. Siang itu, aku udah masuk mobil guruku, bahkan mobilnya udah jalan meskipun belum keluar area. Dia lari-lari ngejar. Akhirnya mobil berhenti dan aku turun. Wajahku masih sembab waktu itu, pasca perpisahaan dengan teman-teman. Ternyata dia mau ngembaliin buku catetanku, isinya rangkuman materi sama soal-soal gitu. Tau aja deh itu buku super penting.
"Lu nangis, Ta? Jangan nangis dong, cuma pisah kok belum mati.."
Itu nggak menghibur kali, tapi nyeremin. Well, kalimat dia bikin aku ketawa sih.
"Nih, gue balikin. Catetannya lengkap banget, kalo nggak dibalikin terus lo butuh sewaktu-waktu kan repot. Lagian gue udah fotokopi kok. Udah sana, balik lagi, guru lo serem, melototin gue mulu. Da daa.."

   Berarti kalo diitung-itung sekarang, udah 6 tahun kami nggak ketemu. Suwe ora jamu. Tapi nggak papa, teman itu tidak berarti harus bertemu setiap hari, kontak setiap waktu, ngobrol sepanjang hari. Teman itu, meskipun jarang ketemu, jarang kontak, dan jarang ngobrol, tetapi tetap ada ikatan yang bisa menghubungkan kita. Ikatan apa? Mbuh, yang jelas itu kerasa saat bertahun-tahun kemudian kamu bertemu dengan sahabat-sahabat lama. Hidupnya udah beda sih, tapi kalo udah ngobrol ngalir terus kayak air bendungan *naon*.

   Oke, misi selesai, air minum di tangan (plus cemilan, permen, dkk). Aku makan, solat, santai-santai, ngajar, pulang (kalo ngajar mah gitu-gitu aja jadi nggak perlu diceritain).
Intinya, itu salah satu sore randomku. Yang kebetulan diisi dengan pertemuan tanpa unsur kesengajaan sama salah satu manusia random yang pernah aku kenal juga. Wohoho. Tapi serandom-randomnya temenku, selalu ada hal baik yang bisa dikenang dari mereka. That's why I love them.. Buat kamu yang terkait dengan post ini, hidup baik-baik ya, disitu. Kuliah yang bener. Makan yang bener biar nggak gampang sakit lagi. Dan terakhir, kalo udah bisa nerbitin buku kumpulan puisi, jangan lupa kabari aku ^^

Rabu, 23 Oktober 2013

Niatnya Tidur Tapi...

malah ketawa gara-gara liat foto nggak mutu jaman dulu banget..
Apaan coba? --"

Senin, 14 Oktober 2013

Skirt? Hmm...

Skirt.. Is a common outfit for girls, especially teens. It makes them looked more feminin and fashionable. Thus, they definitely like it so much..
Well, I don't think so..

Mungkin saat aku kecil, rok masih familiar untukku. Yah, tahu apa anak kecil mengenai pakaian? Cukup diam, terima jadi. Orang tua yang mengurusinya..

Beranjak lebih besar, aku mulai tidak suka menggunakan rok. Apalagi saat itu aku belum berkerudung. Rok tidak bisa memfasilitasiku untuk berkegiatan.
Saat aku SD, hobiku bermain di sungai, tanam kebun, mencari jambu yang cukup matang di pohon, main lompat tali. Bagaimana bisa aku beraktivitas kalau aku pakai rok?
Sampai aku lulus SMP pun rok yang aku punya hanya rok seragam. Andai sekolah bisa pakai celana aku pakai celanaaa :o

Perubahan agak muncul setelah aku SMA. Bagaimana tidak? Di Semesta ada peraturan bagi siswinya untuk mengenakan rok selama masih berada di dalam area Semesta. Hmm, menyebalkan.. Belum lagi di sekolahku hari Sabtu kami dibebaskan tidak berseragam. Tapi tetap saja, rok panjang bagi siswinya. Di hari Sabtu kami masuk agak siang dan hanya ada kegiatan baca buku dilanjutkan kegiatan club masing-masing. Sabtu adalah hari paling santai dalam seminggu. Tapi asrama putri justru sangat riweuh hari itu.
Bayangkan, di hari itu kamu bisa tidur lagi cukup lama seusai solat, kenyataannya malah asrama sudah rame dari pagi. Ngapain? Ah, biasa cewek.. Muter-muter dari kamar untuk meminjam rok, baju dan kerudung yang lucu-lucu. Kadang malah ada yang sudah rempong dari jumat malam --"
Aku? Ah, tidur lagi.. Bangun 7.30, sarapan (sabtu biasanya sarapannya enak), mandi, comot satu kaos dan rok seragam dari lemari, siap-siap, berangkat.. As simple as that. ^^
Intinya, 3 tahun di SMA, aku punya sahabat yang sangat dekat,  rok kotak-kotak kesayangan :D

Sayangnya, mulai kuliah, Dian kembali lagi. Sampai detik ini aku kuliah, baru 5 kali aku memakai rok di kampus.
Pertama, OSKM.
Kedua, awal TPB.
Ketiga, makrab caplok.
Keempat, syukwis April.
Kelima, 9 Oktober '13 karena ada agreement dengan dua temanku, ilfan dan yoga.

Memakai rok? Bukannya tidak bisa, hanya tidak suka. Sama halnya seperti sayur. Aku bisa kok makan sayur, tapi kalau bisa aku pilih tidak makan itu. Kenapa? Sama juga alasannya, aku tidak suka..
Pengen Dian lebih feminin? Dian yang sekarang jauh lebih feminin lho.. Dian yang sekarang sudah bisa makeup dan mainin kostum ^^ (terima kasih PSTK atas jabatannya semester lalu, banyak gunanya buat aku), Dian sekarang jadi komentator fashion kalo di rumah (kalo di rumah aja lho yaa). Temen-temen di kampus aja yang nggak pernah tau aku di rumah kayak apa.. Beda bangeett, kampus kan tempat kuliah, berorganisasi, berunit, butuh banyak gerak, jadi pakai saja pakaian yang simple, kecuali memang ada event tertentu.

Btw, entah mengapa di angkatan MA ada yang mengusulkan skirt day (yang diperluas jadi pra event ulang tahun angkatan). Maleeeeessss. Tapi demi kalian apa sih yang nggak, kawan?
Aku pakai rok deh.. Yang penting ada untungnya lah ya (dipanggil mbak dian, bukan mas, bukan sito, bukan dito, bukan yanto --")
Well, happy skirt day.. Selamat ber- pre event lagi, MA 11 :)

Senin, 30 September 2013

Suatu Hari di Bulan September (4) - end

Dalam perjalanan pulang, "nduk, pilek?"
"Nggih, pak, Dian rada meler". Tanpa disadari air mata ini masih juga menetes. Aku harap bapak tidak curiga. Entah sudah berapa kali di tahun ini aku menangis. Maaf.. maaf..

Oktober. Dua bulan lagi, tahun berganti. Apakah tahun ini akan ku tutup dengan tangis juga? Aku harap tidak. Dan nyatanya memang tidak. Merenung memang hal yang baik. Untuk berintrospeksi, untuk bersyukur dan menerima masukan serta motivasi dari orang-orang yang senantiasa kau sebut keluarga. Hari itu, aku merasa lebih baik. Bisa jadi sangat baik. Mungkin.

Rutinitas di sekolah harus kembali dijalani. Kali ini aku harus kembali menjadi aku. Aku yang semangat. Aku yang kuat. Aku yang tidak pernah menyerah.

Aku sadar tidak ada gunanya menyalahkan diri terus-menerus, apalagi sampai berakibat kehilangan fokus dan motivasi.
Aku sadar tidak ada gunanya merasa disakiti hanya karena suatu hal kecil. Apalagi sampai membuatku merasa terbebani, emosional dan berpikiran negatif kepada orang.
Aku sadar tidak ada gunanya merasa sedih. Apalagi kesedihan berkelanjutan yang membuatku malas dan merasa takdir tidak memihakku.

Aku gagal? Ya. Salahku? Ya. Lalu kenapa tidak mau mengakui kelemahan diri sendiri? Belajar menerima apa yang seharusnya kita terima. Itu yang seharusnya aku lakukan. Kecewa? Sedih? Boleh, tentu saja boleh. Itu naluriah.. Yang tidak wajar adalah penyesalan yang berlebihan. Jadi, aku harus berhenti menyesal, dan bangun menyambut masa depan.
Dan disini aku sekarang. Berdiri jauh lebih tegak. Menatap jauh ke depan. Menghargai takdir sebagaimana mestinya. Dan sangat bersyukur masih memiliki orang-orang yang mendukungku. Keluargaku. Teman-teman di asrama. Teman-teman olimpiade. Teman-teman kecilku.

Sedikit demi sedikit, aku pulih. Akhir tahun mulai dekat. Rasa-rasanya Dian sudah kembali menjadi Dian. Terus berjuang di dunia matematikanya dan berusaha bersaing meski selalu dengan status ,"the only girl'. Tidak terkecuali saat itu. Saat camp olimp diselenggarakan di sekolahku. Kelas matematika SMA, dipisahkan menjadi dua. Kelas 11 dan kelas 9-10. Tentunya aku ada di kelas yang pertama. Kelas yang hanya berisi 6 orang (atau 7?), dengan aku satu-satunya perempuan (seperti biasa) dan yang lain teman-teman sainganku di olimpiade (termasuk trio Semesta, partnerku). Bersaing? Sangat. Dari keenam orang ini, semuanya terlibat di OSN, dan bahkan 4 di antaranya anak pelatnas. Termasuk dia yang dari kemarin ku singgung.
Bagaimana perasaanmu sekarang, Dian? Aku baik-baik saja. Segalanya terasa baik saat ini. Tidak ada lagi sakit hati, tidak ada lagi sesak. Aku pulih. Tentu saja aku pulih..

Hari-hari kemudian membuatku lebih semangat. Walaupun tidak jarang aku masih sering terjatuh. Tapi bukankah jatuh dan sakit itu bagian dari tumbuh? Hidup 'kan proses. Selalu ada di atas dan di bawah.. Yang penting, kita tetap berusaha untuk melaluinya dengan baik.

Untuk sahabat yang menjadi tujuanku menulis ini, tetap semangat yaa.. Masa lalu tidak harus dilupakan, hanya saja relakan.. Jangan terlalu sering berduka, berduka itu menjauhkan hatimu dari kejernihan. Jangan berpikir, sekali gagal berarti memang bukan jalanmu. Kadang butuh tenaga ekstra untuk mendapatkan yang kau mau. Kalaupun pada akhirnya tidak bisa tercapai, pasti ada hal lain yang jauh lebih istimewa yang kamu dapatkan selama menjalani proses. Dan satu lagi, jangan pernah memikirkan pantas atau tidak pantas saat kau mendapatkan kesempatan emas. Just grab it, and give your best.. Kalau menunggu pantas, mungkin kita tidak akan menjadi apa-apa sampai tua nanti..

Dan untuk dia yang aku singgung-singgung dalam tulisan ini. Yang aku harap tidak pernah membaca tulisanku, tapi malah sebaliknya yang terjadi. Terima kasih telah membiarkanku mengetahui jawaban atas pertanyaan, "kenapa nggak pernah bilang".. Pembicaraan beberapa hari lalu cukup membuat lega karena akhirnya aku tahu alasan mengapa ada hal yang 'berbeda' darimu yang menghantui pemikiranku beberapa tahun yang lalu (tidak perlu diceritakan 'kan isinya?) Dan sekali lagi terima kasih telah membiarkan aku tahu. Maaf kalau aku bahkan jarang menanyakan apa permasalahanmu dulu. Memang aku terlalu apatis saat itu. Tapi, yang jelas, sekarang semuanya sudah berlalu. . Meskipun sudah bertahun-tahun tidak bertemu, kita masih teman 'kan? *bukanmoduslho

Di suatu novel yang pernah ku baca, ada kalimat.. Hidup yang tenang bukanlah saat kau melupakan masa lalumu, melupakan pahitnya kenangan-kenangan lamamu, tapi saat kau bisa berdamai dengannya. Berdamai dengan masa lalu. Kapankah itu? Saat kau bisa mengingat saat-saat beratmu -yang dulu kau ingat sambil menangis- dengan tersenyum, dengan tertawa. Dan ya, aku berhasil melakukannya. Berdamai dengan masa laluku.. Aku bisa. Itu berarti, kamu juga bisa. :)

Suatu Hari di Bulan September (3)

bunyi chat masuk*
"Maaf..."
"Maaf kenapa?"
"Kamu tau kok."
"Oh, cewek itu?"
"Iya, maaf.. "
"Nggak papa, kamu juga punya hak. Emang sejak kapan?"
"Sejak camp olimp, disitu aku ngerasa kamu belum bisa buka hati buat aku. Dan di saat yang sama dia hadir dan ngasih perhatian lebih ke aku.."
"Kenapa nggak bilang dari dulu?"
"Aku cuma nggak pengen nyakitin kamu."
. . . . .
("Harusnya kamu bilang aja dari dulu.")
. . . . .
Punya hak aku bilang? Memang. Bukankah dia tidak pernah punya ikatan apa pun denganku? Hati kecilku ingin memarahinya. Ingin berkata, "kamu jahat". Tapi tidak bisa. Mana mungkin aku bisa?

Pembicaraan terhenti sesaat, tapi kemudian dia mengganti topik seakan tidak ada yang pernah terjadi. Sebenarnya sakit.. Haruskah aku menangis? Belum. Aku masih bisa tahan.
Tidak lama kemudian saat aku masih mencari-cari data dan belum sempat menyimpannya, tiba-tiba..
Gelap. "Ah, mati iki listrike..", teriak seseorang dari luar.
Damn. Tugaskuuuu.. Aku bergegas keluar untuk membayar dan ingin cepat pulang. Jengkel berkali-kali lipat -_-
Selesai membayar, aku berbalik badan menuju pintu keluar. Seperti biasa, aku tengak-tengok ke arah bilik warnet (tidak pernah ada maksudnya, hanya kebiasaan).
Di bilik dekat pintu keluar, aku menengok tepat saat seseorang di dalamnya menengok ke arahku. Dia. Aku bingung, kaget, speechless. Akhirnya aku hanya tersenyum kaku, menyapa sesaat dan cepat-cepat pergi. Kali ini aku benar-benar ingin cepat menghilang dari tempat ini. Aku berjalan pulang tanpa menengok ke belakang. Aku tidak ingin melihatnya sekarang meskipun hanya dari belakang.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Aku solat lalu bersiap-siap berangkat ke rumah guruku. Itu sudah kegiatan rutin pengisi liburan untukku. Sampai disana, guruku menyambutku sambil berkata, "kene, nduk, lungguh kene. Sebelahe ****** ki kosong, lungguh kene wae ya.."
Apa bu? Jadi dia disini? Dan aku harus bersebelahan dengannya? Seharusnya aku tidak datang hari ini.. Aku tidak banyak bicara, hanya mendengarkan cerita teman-teman sambil sesekali tersenyum. Aneh. Semuanya terasa aneh. Seperti sudah ada batasan di antara kami.
Akhirnya, aku pamit pulang sebelum azan magrib tiba. Aku berjalan sendirian sambil memikirkan berbagai hal. Sakitnya masih terasa.. Bisakah aku menangis sekarang? Tidak, aku masih kuat.

Sampai di rumah aku berbuka dan beraktivitas seperti biasa. Aku dan keluargaku biasa solat tarawih di masjid dekat rumah. Setidaknya solat bisa menenangkan hati. Dan aku butuh itu. Aku dan keluargaku berangkat ke masjid. Masjid yang kami datangi menempatkan posisi belakang untuk jamaah wanita dan depan untuk pria, dibatasi oleh sekat transparan di tengah-tengahnya. Kata ibu, itu bermanfaat. Karena ibu bisa mengontrol tingkah laku adikku yang solat di depan -_-
Di tengah-tengah jeda solat tarawih, ibu tiba-tiba bilang, "nduk, ibu kok koyo kenal bocah kae, ndak ora ******?" *sambil melirik seseorang di depan?"
Sekilas aku perhatikan depan. Memang dia.. lagi.. Sudah, Tuhan, lelah aku dengan hari ini.
Hari ini sangat konyol. Terlalu konyol untuk aku lalui. Aku tidak pernah berfikir hariku bisa seburuk cerita sinetron. Tapi kenapa ternyata justru hari ini semuanya serba kebetulan. Buruk, hari yang buruk.
Konyol, tapi tetap saja sakit..

Sampai di rumah, tanpa banyak basa-basi aku masuk ke kamar. Ku kunci rapat-rapat. Kali ini aku benar-benar ingin sendirian. Dan sewajarnya orang lain, sendirian berarti saatnya pikiran ini berkecamuk di kepalaku.
Tentang semua cobaan, kegagalan, ketidakberuntunganku, semuanya..
Masih bertahan untuk tidak menangis? Kali ini aku kalah. Kalah terhadap emosiku sendiri.

Waktu berjalan dan berjalan. H+7 lebaran terlewati.. Saatnya kembali ke sekolah, saatnya kembali ke kelas yang selama setahun ini hanya aku masuki kurang dari 3 bulan (sisanya di perpus, atau bahkan tidak di Semesta). Sudah membaikkah kabarmu, Dian?
Tidak juga, kadang masih emosi melihat orang-orang yang sudah menghinaku, kadang juga merasa sangat bodoh karena telah mengecewakan banyak orang.. Bisa tersenyum? Kadang. Tidak banyak yang bisa menghiburku saat itu, kecuali keluargaku sendiri.
Dia? Jangan tanya. Aku meneruskan hidupku. Dia meneruskan hidupnya. Sejak hari itu, aku tahu hal yang paling baik adalah menjaga jarak dan membiarkan semua berlalu, tanpa merasa pernah terjadi apa-apa.

Seminggu berjalan, datang surat yang beralamat kepadaku. Panggilan pelatnas. Masih ada kesempatan, batinku. Mencoba memupuk semangat, seharusnya aku bisa lebih baik sekarang. Seharusnya..

Aku lupa. Sangat lupa.. jika ternyata dia juga ikut. Hmm, cobaan dua kali lipat. Bisa membayangkan berusaha melupakan orang, tapi setiap hari selama sebulan penuh harus bertemu dengan orang tersebut? Bahkan beraktivitas bersama? Makan, belajar, dari jam 8 pagi sampai sekitar pukul 10 malam? Setiap hari? Itu susaaaaahhh... Masih sakit bahkan, asal kau tahu.
Dan kabar buruknya lagi, kesehatan bapak agak drop lagi. Satu hal lagi, ternyata aku belum berhasil memupuk semangatku. Salah-salah, akibatnya malah aku kehilangan fokus dan segalanya buyar.
Boro-boro bisa lolos ke tahap selanjutnya, hasil tesku justru merosot jauh.. Peringkatku tahun ini lebih menyedihkan dibanding tahun lalu. Dan di saat yang sama, teman seperjuanganku sejak pelatnas sebelumnya justru tiba-tiba mendewi dan melejit ke babak selanjutnya.
Kecewa? Sangaaat. Saat itu.

Sebulan akhirnya berlalu. Jogja, terimakasih dua tahun ini memberikan pengalaman baru, meskipun hasilku jauh dari cukup..
Bapak agak membaik. Sebelum kembali ke sekolah, aku ingin pulang. Ingin bersama bapak, ibu, semuanya. Aku bilang akan pulang naik travel. Bapak tidak mengijinkan. Beliau justru ngotot ingin menjemputku ke Jogja dengan motor tersayang.. Mana mungkin aku tega? Tapi berdebat dengan bapak memang sudah dapat ditebak hasilnya. Akhirnya, bapak benar-benar sampai Jogja dengan motornya seusai penutupan pelatnas berakhir.

Siang itu, aku berjalan menuju kamar usai penutupan. Beliau berdiri di kejauhan, kemudian berjalan menghampiriku sambil tersenyum ,"ayo, nduk".. Langsung ku peluk beliau, kemudian bergegas ke kamar mengemasi barang. Hanya berkemas? Tidak, berkemas sambil menangis, iya.. Haru, sedih, bersalah. Haru, melihat beliau berdiri tegak, sehat, tersenyum di depanku. Sedih, mengingat dalam keadaan yang belum pulih benar, beliau mengorbankan diri menjemputku. Bersalah, menyadari dalam umurku yang sudah sebesar ini masih saja merepotkan dan belum bisa memberi yang terbaik.
Tuhan, selagi masih ada kesempatan, izinkan hamba-Mu yang kurang bersyukur ini membahagiakan orang lain. Setidaknya kedua orang tuanya sendiri.. Izinkan, Tuhan..

Sabtu, 21 September 2013

Suatu Hari di Bulan September (2)

Untuk pertama kalinya di tahun ini, tangisku pecah. Aku tahu tidak mungkin bapak kambuh beberapa hari terakhir. Pasti sudah lama, hanya saja semua merahasiakannya dariku. Berat ya, Tuhan. Maaf kalau keadaan Dian yang jauh dari rumah justru membuat bapak ibu menahan beban. Maaf..
Ruang hampa di dalam batinku terisi. Terisi sebuah kesedihan dan rasa bersalah.

Aku tidak menceritakan hal ini kepada siapapun. Kecuali dia. Dia selalu bilang, "kita harus jadi orang bener, inget orang tua di rumah, aku juga nggak pengen bikin umi nangis lagi".
Dan tiap kali dia pulang naik bus melintasi pangkalan ojek dekat rumah dia selalu bilang, "dian tetep semangat ya, kasian bapak kerja sampe malem".
Dan karena dia satu-satunya yang tahu bapak dirawat, dia yang selalu menghiburku. Meski tidak bisa menjenguk langsung, tak apa, aku juga tahu dia sibuk.

Sebulan dari masa libur telah berlalu. Bapak sudah keluar dari RS jauh-jauh hari. Alhamdulillah sehat.
Hal yang aku tunggu-tunggu datang. Pengumuman OSN. Kami lolos. Sebelum berangkat ke tingkat nasional, kami mengikuti pelatihan selama sebulan di Salatiga. Dan sebelumnya, tentunya ada yang harus diurus dulu di sekolah.
Bertemu Kepsek dan GM malah membuatku terbebani. Aku dan seorang kakak kelasku diwanti-wanti harus mendapat emas. Alasannya? Karena di tahun sebelumnya kami sudah ikut dan memperoleh hasil yang lumayan. Jadi beban tahun ini, kami yang harus memanggul paling berat. Sayangnya, seperti yang aku bilang. Kehidupanku sebelumnya terasa mudah. Aku mungkin berhasil mendapat gelar terbaik selama ini. Tapi apa aku pantas? Pertanyaan ini bersemayam di kepalaku dan buruknya, mengganggu kinerjanya..

Sebulan mengikuti pelatihan, aku merasa kehilangan fokus, ada beban, ada yang salah denganku. Dia tetap di sisiku. Menyemangatiku, yang masih berkutat dengan permasalahan pantas tak pantas. Dia tetap baik. Suatu siang bahkan, saat sesi belajar siang dimulai, dia masuk sambil agak salah tingkah memberikan bungkusan. Coklat dan es krim :) Alasannya hanya karena aku terlihat murung seharian. Fyi, wisma yang kami tinggali jauh dari keramaian. Mencari warung kecil dekat situ pun agak susah.
Teman sekamarku (yang juga temannya) mengetahui hal ini dan kemudian menyeletuk, "udah sih, Day, terima ajaaa. Itu udah romantis bangeeett ". Entah. Masih ada yang berbeda darinya yang tidak aku mengerti...

OSN tiba dan dengan cepatnya berlalu. Hasilnya, kontras dengan hasilku yang lalu-lalu. Hasilku.. jauh dari emas. Sakit, sedih, kecewa. Aku telah mengecewakan banyak orang. Pihak sekolah, pihak dinas provinsi, banyak.. Aku merasa menjadi orang yang sangat konyol. Hal yang berat adalah saat menyadari dirimu tidak mampu memberikan yang terbaik, gagal memenuhi harapan besar orang-orang terdekatmu, padahal kesempatan cukup lebar. Sedihnya lagi, kegagalan tadi hanya disebabkan oleh labilnya emosiku. Mempermasalahkan kepantasan..
Sekarang aku bisa apa? Memaki? Marah? Bukan. Lagi-lagi aku hanya bisa menangis. Tangisan keduaku di tahun ini. Tangis yang kembali mengisi ruang batinku.
Dia? Dia memperoleh hasil yang sama denganku, beberapa peringkat di bawahku. Hasil yang baik untuk kesempatannya yang pertama. Dia tersenyum sambil berusaha menghiburku.
"Kita masih bisa pelatnas kok. Ayo semangat! "
"Iya sih, kamu mau ngejar IMO apa ngejar lagi di Medan?"
"IMO dooonngg..." *tertawa*
*tersenyum* "Aku ke Medan aja taun depan" (sepertinya dia tidak mendengar)

Kami pulang. Mendapat cuti seminggu sebelum kembali menjalani kehidupan 'normal' lagi aku rasa layak untuk kami. Waktu yang cukup untuk me-refresh otak kembali dan mempersiapkan diri. Dan yang utama bagiku, berusaha mengurangi rasa bersalah atas kegagalan ini.
Kegagalan kami, terutama aku, berdampak ke teman-teman olimpiade di sekolah. Di satu hari saat kami masih cuti, siswa-siswi olimpiade dikumpulkan oleh GM kami. Beliau marah. Marah besar. Yang lebih menyakitkan saat mendengar cerita itu adalah penghinaan beliau.
"Ini kenapa ya tahun ini tidak ada yang mendapat emas?
Kenapa malah banyak yang dapatnya hanya perunggu?
Perunggu itu apa? Ini. " *menunjuk pegangan pintu*
"Perunggu itu bukan prestasi."
Aku memang tidak berada di tempat saat itu. Tapi mendengarnya saja sudah cukup menyakitkan. Kemarahan yang paling besar bukan saat kamu balas memarahi atau mengucap sumpah serapah
Tapi saat kamu tidak sanggup berkata-kata, hanya air mata yang mengalir. Dan itu yang terjadi padaku. Tangis ketiga di tahun ini. Tiga kali sudah terlalu banyak. Tapi aku masih bisa menahannya. Aku masih mampu.
Aku sebenarnya masih dongkol. Tidak masalah sebenarnya beliau marah, tapi setidaknya jangan menghina. Mungkin bukan hal besar untuk beliau. Tapi itu aku peroleh dengan seluruh usaha yang aku keluarkan. Aku sudah cukup marah kepada diriku sendiri. Apa harus aku marah juga pada beliau? Apa itu penting?

Di sela-sela cuti aku sempatkan mengunjungi guru SMP-ku. Biasanya itu menjadi tempat berkumpul adik-adik kelas dan alumni. Aku ingin bertemu teman-temanku, siapa tahu bisa mengurangi beban hati.
Aku duduk bersama dua adik kelasku. Mereka teman yang baik. Sangat baik. Kami mengobrol banyak. Hingga akhirnya pembicaraan menyerempet tentang dia.
"Eh, mbak tau nggak temen deketnya ******?"
"Nggak, emang ada gitu? Siapa e?"
"Ada, anak ******" *menyebut suatu nama daerah*
"Oalah nggak ngerti aku malah.."
Teman dekat? Sedekat apa? Itu siapa? Kenapa aku tidak pernah tahu?
Aku curiga, mungkin itu sebabnya dia terasa berbeda. Mungkin. Aku belum bisa bertanya padanya. Ada waktunya nanti. Sampai saat itu datang, aku harus bersikap sewajarnya.. Semangatku masih belum kembali, tapi justru beban di hatiku bertambah. Satu lagi...

Bulan puasa tiba, September pun tiba.. Hari masih terasa berat. Aku masih sering termenung, melamun, menangis.. Teman-teman hanya bisa prihatin. Hiburan macam apa pun sudah tidak mempan bagiku. Dia masih menjalin komunikasi denganku. Tapi rasanya semakin hambar. Aku berusaha bertindak wajar. Tapi sulit..

Akhirnya, libur lebaran dimulai. Seburuk apapun harimu, pulang adalah hal paling menyenangkan. Berada di tengah orang-orang yang tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian. Menyenangkan.

Sayang libur tidak sepenuhnya libur. Masih saja ada tugas. Dan karena saat itu laptop dan modem masih menjadi benda asing, aku harus ke warnet untuk mencari data-data.
Siang itu aku pergi bermodal flashdisk dan uang 10 ribu di saku. Sewajarnya orang lain, sambil mencari data, sambil online media sosial. Waktunya tiba. Hari itu. Suatu hari di bulan September yang menjadi puncak rasa sakitku di tahun tersebut..

Jumat, 20 September 2013

Suatu Hari di Bulan September (1)

Weekend mendekat, sayang masih ada satu tugas dari dosen yang belum ku selesaikan. Suntuk sekali rasanya, malas melakukan apapuunnn. Sembari menunggu mood membaik, aku iseng membaca-baca blog teman-temanku. Aku terhenti di salah satu post di blog seorang kawan.

Seorang gadis periang, adik kelas sekaligus salah satu sahabatku. Dalam tulisannya, aku tahu saat itu masih sulit baginya untuk bangkit ketika ia baru saja terjatuh (lagi) sedangkan teman-temannya melaju dalam bidang yang dulu menjadi masa lalunya.. Dia sering bercerita padaku, tentang kehidupannya, tentang hati, tentang seseorang yang pernah singgah disana dan keinginannya untuk melupakan semua.. Aku tidak pernah bisa membantunya lebih dari menghibur dan sekedar memberi saran, meskipun aku pikir itu tidak cukup. Yang ingin aku sampaikan sekarang adalah.. Aku juga pernah jatuh, dan menangis. Meskipun dalam hal yang berbeda, aku juga pernah merasakan sedikit dari yang dia rasakan. Kau tidak sendirian, kawan. Kamu tidak harus melupakan masa lalu. Hanya saja, coba relakan..

Luka tidak selalu hilang seutuhnya. Bekas luka tak selamanya buruk. Bekas luka bisa mengingatkanmu bahwa kau pernah berada dalam situasi yang tidak menyenangkan, tapi kau berhasil melewatinya..
Sepertiku.. Yang berhasil melewatinya. Melewati suatu hari di bulan September. 2009.

*bunyi chat masuk*
"Maaf.."
"Maaf kenapa?"
"Kamu tau kok"
"Oh, cewek itu?"
"Iya, maaf.."
"Nggak papa, kamu juga punya hak. Emang sejak kapan"
"Sejak camp olimp, disitu aku ngerasa kamu belum bisa buka hati buat aku. Dan di saat yang sama dia hadir dan ngasih perhatian lebih ke aku."
"Kenapa nggak bilang dari dulu?"
"Aku cuma nggak pengen nyakitin kamu"
                . . . . . . . .

Kembali ke tahun 2009

2009 tahun yang menyenangkan, tahun penuh keberuntungan, penuh kebahagiaan. Semuanya baik-baik saja.. Setidaknya itu hal yang aku rasakan sejak awal tahun hingga mendekati pertengahan tahun.

Aku siswi olimpiade di sekolahku. Artinya, ketika semester genap dimulai, aku harus keluar dari kelas, stay di perpustakaan dan menjalankan rutinitas baru. Self study. Berbekal buku dan soal-soal yang dimiliki, kami berbagi ilmu dan belajar bersama. Monoton mungkin. Tapi menyenangkan saat kami menjalaninya dengan tertawa. Lagipula, berbagai bidang pelajaran ada disini, bukankah itu justru berwarna? Tak jarang pula beberapa dari kami mengikuti kompetisi-kompetisi regional. Lumayan lah untuk latihan, pikir kami. Herannya, entah mengapa, tiap kali mengikuti kompetisi, aku selalu beruntung. Seakan semua terasa mudah..

Semuanya baik-baik saja. Kehidupanku baik-baik saja. Teman-teman selalu bersamaku. Juga 'dia'..

'Dia' orang yang telah ku kenal 4 tahun lamanya saat itu. Partner sekaligus sainganku 3 tahun terakhir. Dan orang yang sangat dekat denganku setahun terakhir. 'Dia' orang yang misterius tapi pengertian. Selalu ada, selalu menyemangati dan selalu menghargaiku. Orang yang merasa bahwa akulah yang membuatnya berubah (meski aku tak pernah merasa melakukan apapun). Orang yang romantis dengan caranya sendiri..
Sebelumnya, di masa-masa akhir SMP, dia menghilang. Entah pergi kemana. Tak pernah batang hidungnya muncul. Lost contact. Aku pikir itu akhir. Lagi-lagi, salah satu sahabatku raib dari hidupku. Tapi ternyata, di bulan pertama menjadi murid SMA, dia muncul kembali. Ternyata dia bersekolah di tempat yang sangat familiar di telingaku. Aku tidak tahu ada apa, yang jelas ada yang berbeda saat itu. Dan cerita kami berlanjut sejak saat itu..

----------
Terhenti sejenak. Batasan hari terlewat. Tapi aku tak bisa berhenti menuliskan ini. Semuanya mengalir. Ada kalanya memori mengalir begitu saja. Dan itu yang aku alami saat ini..

----------
Ada yang berbeda. Tapi akhirnya aku tahu apa itu. Dia akhirnya mengatakan alasannya datang kembali ke kehidupanku. Rasa bingung dan heran malah membuatku hanya terdiam.. Tidakkah dia tahu pintu ini tertutup terlalu rapat dan bahkan aku sendiri tidak dapat memastikan kapan dan bagaimana dia akan terbuka?

Sejak awal SMA aku memutuskan untuk tidak menjalin status dengan siapapun. Memang wajar untuk remaja saling menyimpan perasaan. Untukku juga, tapi tidak akan sampai menjalin status. Itu bisa mengganggu fokusku untuk meraih tujuan yang ku pupuk bertahun lamanya. Dia tahu itu. Dia selalu ingin memberi. Masih teringat saat dia menaruh boneka kelinci dengan diam-diam ke dalam tasku saat camp olimp. Lucu sekali. Tapi terima kasih ^^ Dia selalu ingin memberi tanpa meminta. Karena dia tahu aku tidak akan bisa. Yang dia ingin hanya perasaan yang sama seperti yang dia rasa. Dan inilah masalahnya. Aku dan perasaanku sendiri..

Bulan Mei.
Di bulan itu, karena suatu kegiatan, dia pergi ke luar negeri untuk 2 minggu. Satu kalimat yang aku ingat ketika aku menggodanya.
"Hayoo, ngapain ke mall segala? Cari cewek yaa?"
"Udah aku bilang berapa kali, aku sayangnya kan sama kamu.Ngapain cari cewek lagi?"
Satu ruang di hati ini lega mendengarnya, meskipun aku tidak yakin apakah aku punya perasaan yang sama dengannya. Di hari keberangkatan, dia sempat berpamitan via sms, tapi aku tidak sempat membalas (sibuk SEMESTA Day saat itu) hingga pesawatnya lepas landas. Agak merasa bersalah sebenarnya, tapi aku harap dia baik-baik saja.
2 minggu, 3 minggu, 4 minggu, tetap tak ada kabar. Was-was. Bingung. Sedih. Bercampur. Rasa-rasanya aku paham apa kata orang bijak. Kita butuh waktu untuk mengerti perasaan kita sendiri, memaknai arti kata kehilangan saat orang itu tidak ada. Dan sepertinya, rasa itu mulai ada. Disini.

OSP tinggal 3 hari. Aku sakit. Aku menelepon rumah. Ternyata bapak juga sedang sakit. Aku tanya sakit apa. Bapak hanya berkata masuk angin biasa, tapi aku tidak yakin. Di akhir percakapan, Ibu akhirnya berpesan agar aku cepat pulang seselesainya OSP, ada hal kecil yang ingin dibicarakan. Bagaimana mungkin hal itu kecil jika aku harus cepat-cepat pulang deminya? Semakin kacau saja pikiranku dibuatnya..
Aku tutup teleponku, ku lihat ada satu pesan. Dia.
"Katanya kamu sakit? Cepet sembuh ya. Mau OSP kok malah sakit sih?"
Simple, tapi cukup untuk meredakan pikiran yang tadi sempat bergejolak.

Aku bertemu dengannya di Semarang saat OSP. Kami berbicara seperti biasa, berhubungan kembali seperti biasa, dan saling menyemangati seperti biasa. Tapi, rasa-rasanya ada yang lain. Aku tidak tahu. Ada yang berbeda dari dia.

OSP selesai. Aku pulang. Ibu memang berbohong tentang hal kecil tadi. Sakit bapak kambuh. Sepertinya bapak harus dioperasi. Jadi 4 hari lalu, bapak berbohong hanya agar aku tetap fokus. Bapak sudah sakit sejak aku awal SD. Kadang-kadang kambuh, jarang sebenarnya, tapi sekalinya kambuh, aku tidak pernah tega. Bisa membayangkan orang yang kau pikir pria paling tangguh yang pernah kamu temui merintih menahan sakitnya? Aku tidak sanggup. Dari dulu sampai sekarang aku tidak sanggup. Bapak harus dioperasi. Secepatnya.

Senin, 16 September 2013

Kangen

Nggak kerasa udah setengah tahun lebih blog ini ku telantarkan.. Salah akunya sih yang kebanyakan rempong, riweuh dan nggak fokus ngejalanin macem-macem hal. Jadi keteteran semuanya malah. Yang penting, semuanya udah lewat kan? Dan hari esok menantiiii... Maaf ya, blog sayang, besok-besok aku isi lagi deh. Tapi kalo pas bener-bener free biar nggak ngaco post nya ^^
Sekarang belum mau nulis apa-apa sih, cuman mau temu kangen aja. Banyak banget hal yang terjadi selama 6 bulan ini, liburan juga menyenangkan, sayangnya aku masih belum merangkai kata untuk ku tuangkan dalam lembaran dunia maya ini #asek
Well, good night and sweet dream..
Dua penghuni kasurku udah siap menemani waktu istirahatku nih, salam hangat dari mereka, Koko dan Mumu :)

Rabu, 20 Februari 2013

Some Old Friends, Some Old Memories





Beberapa saat yang lalu, seorang sahabat lama bercerita kepadaku (sepertinya kali ini tidak perlu sebut nama, setahuku dia orang yang tidak suka diekspos, walaupun sepertinya seiring tulisan ini dibaca, identitasnya akan semakin terkuak).
Karena aku malas menarasikannya, let's just write down a part of our conversation..


friend   : "Dulu aku pernah cerita kan kalau dalam memperoleh suatu tujuan sebenarnya yang penting
              bukanlah tercapainya tujuan tersebut namun prosesnya.
              Nah, ketika aku SMP aku memahami betapa pentingnya kejujuran dalam kehidupan ini especially
              dalam memperoleh nilai (saat itu aku masih nilai oriented). Saat itu aku masih berfikiran sempit, 
              bahkan cenderung jahat.
              Aku memandang teman-teman yang kurang mampu dalam pelajaran (nilainya kurang memuaskan)
              kurang melakukan usaha, mereka tidak mengeluarkan seluruh daya dan upaya mereka.
              Apalagi kebanyakan dari mereka menggunakan alasan tersebut sebagai pembelaan terhadap
              ketidakjujuran (mencontek)"
me       : "Then?"
friend   : "Hal itu semakin membuat aku tidak simpati terhadap mereka.
              Ketika SMA aku terhenyak ketika melihat betapa kerasnya usaha salah satu teman kita.  
              Then, aku menyadari satu lagi dari makna proses. Melakukan yang terbaik.    
              Nah, baru-baru ini, aku mengingat kebiasaan kalian di asrama, laskar cumi-cumi.
                                                                  (jeda agak lama)
friend   : "Tiki yang tiap aku bangun atau mau bobo lagi habis subuhan, sudah duduk manis di atas kasurnya
               berduaan sama campbel sambil mainin poninya.
               Lala yang baca buku habis keramas dengan handuk untuk ngeringin rambut,lala dengan
               post-it2nya.
               Yuyun yang main dan menghibur di setiap suasana dan ketika udah serius langsung cespleng
               belajarnya nyampe pagi.. yuyun yang mampu menyampaikan pikirannya dan mengajarkannya pada
               teman-teman dengan bahasa yang mudah dan menyenangkan.
               Nabiling yang semangat belajarnya luar biasa, anak ajaib.
me        : "terus aku malah jadi pengen nangis bacanya fal "
friend    : "Dian yang idealismenya jempol dah, dipegang dengan kuat. belajar biologi tidak dengan menghafal
               tapi dianggap sebagai pengetahuan. dian yang bikin aku terkesan ketiak ia pertama kali datang
               ke SMA, buku langsung jadi kawan, fokus membayar waktu yang terlewat..
               Lekg yang dengan tekunnya membaca, meringkas sampe satu buku, yang pas bukunya ilang
               nyarinya sampe muter-muter. Lekg, yang belajarnya luar biasa kuat, sampe larut bahkan,
               dan bangun pagi.
               Melinda, yang kasurnya berantakan dengan buku, tapi tulisannya bagus. Lagi-lagi dia adalah
               orang yang tekun, mengayomi adik-adik kelas. mengejar kesempatan OSP sampe ke solo
               bahkan walau ia ditolak.
               Sekar yang pada akhirnya harus berjuang di medan lain, project, tentunya dengan awalan air mata.
               Meli yang tekuuuun.
               Ira yang mengayomi.."
friend   : "Ya intinya itu adalah memori kita di masa muda. kerja keras kita. Tentang cita-cita, impian, dan
               bagaimana kita bisa bertahan. itulah salah satu memori kita, mengisi masa muda.
               karna sukses itu tidaklah instan, tapi dimulai dari masa muda.
friend   : "Aaa, maaf gea! gea yang luar biasa. Melakukan semuanya dengan maksimal.
               As perfect as possible."
friend   : " Mari kembali..
               Karna sukses itu tidaklah instan, tapi dimulai dari masa muda.
               Let's see habibie, SBY, mereka mengisi waktu mereka dengan hal-hal yang bermanfaat
               dan membangun."
me       : "Dan semoga kita juga bisa seperti beliau berdua ^^ but, there's someone left.."
friend   : "Dan begitu juga kalian, kita, laskar cumi-cumi waktu itu.
              Karna waktu kita sangat berharga. Karna masa muda adalah masa yang krusial.
              Ini makna proses baru yang aku temukan. kerja keras. Memanfaatkan waktu. Mengisi masa muda.
              Sudah dian, makasih dah mau baca..kangen kalian.. peluk cium
              what is that?"
me:     : " Kangen kamu jugaaaaaaaaaaaaa.
              Kamu lupa nyebut orang paling suka ngibul dan paling berisik kedua (setelah yuyun)
              di laskar cumi-cumi. "
friend  : "Bentar biarkan aku mengingat.
                 .   .   .   .   .
             elthaaaa!
             Ya, dia orang pertama yang cerita tentang tentang kehidupan pribadinya ke aku. Orang yang
             usahanya luar biasa, bela-belain privat sama dosen. Competitive. Pemikiran yang tak terduga.
             Teriakannya yang memecah kesunyian kamar 2 "terlentang, tengkurep"
             kangen kamuuuu banget-banget day!
             kadang aku juga menangis, merasa bahwa usahaku belum sekeras kalian. merasa kehilangan
             partner-partner yang begitu bersemangat. merasa aku tak bekerja sekeras dulu.."
me     : "Kalo itu nggak cuma kali yang ngerasa. aku sama bile disini ngerasa justru kemunduran,
             tambah males, tambah nggak serius.
             mungkin faktor lingkungan yang bikin kita semua kayak gini.
             Tapi, kalo ngobrol kayk gini, semangatku jadi balik lagi nih, let's do our best..
             more than we used to... :D :D :D "

Dan seperti biasa, pembicaraan kami selalu ditutup dengan saling menyemangati dan saling mendoakan.
She's a good friend. Teman paling lurus yang pernah aku punya mungkin. Bahkan dulu aku dan teman-temanku selalu berkata , "Suatu saat nanti aku yakin, dia pasti dapet suami yang soleh, baik, pinter,
perfect lah" (diaminin yaaa). Dan berbicara dengannya selalu meringankan beban.
Thanks God for giving me a friend like this one. She's really coooooollll.
Jadi dokter yang bener ya, kawan, biar aku bangga.. wuhuhuhu.
You all too, laskar cumi-cumi..  Semoga sukses dengan jalan masing-masing, asik..

Udahan ah, menye nih kalo baca ini, hahaha. Night all...

Selasa, 19 Februari 2013

I Don't Need A Man ( Miss A )


Waaaah, baru lihat MV-nya Miss A yang " I Don't Need A Man ".. (super telat banget parah)
Gue banget brooooo. Jiahahaha...
Nih aku kasih translate liriknya aja, kalo mau denger lagunya, download sendiri ^^

ENGLISH TRANSLATION

This is for all the independent ladies
Let’s go

I can be good without a man
So don’t come by me
if you are not sure
I don’t sell myself to anyone
Because
I don’t need a man I don’t need a man (what?)
I don’t need a man I don’t need a man (really?)
I don’t need a man I don’t need a man (truly)
I don’t need a man I don’t need a man
I can be good without a man

I paid all the rent
All the food and all the clothing with my money
It’s not enough but I’m satisfied
That’s why I love myself (hey)

I don’t wanna spend my parents’ money
As if it’s mine and I’m old enough
I shouldn’t ask for it to them
That’s why I feel honorable (hey)

Boy don’t say
I’ll take care of you I’ll care for you No No
Boy don’t play
If you’re not serious

I can be good without a man
So don’t come by me
if you are not sure
I don’t sell myself to anyone
Because
I don’t need a man I don’t need a man (what?)
I don’t need a man I don’t need a man (really?)
I don’t need a man I don’t need a man (truly)
I don’t need a man I don’t need a man
I can be good without a man

Don’t put on airs It might work
Somewhere else but I’m full of confidence
As much as you’re tough I’m not good enough
That’s why I love myself (hey)

I’m gonna live for myself I don’t care about living a good life
Like other kids do with rich parents and a rich man
Living a comfy life
That’s why I feel honorable (hey)

Boy don’t say
I’m your future belive and rely on me No No
Boy don’t play
If you’re not gonna respect me

I can be good without a man
So don’t come by me
if you are not sure
I don’t sell myself to anyone
Because
I don’t need a man I don’t need a man (what?)
I don’t need a man I don’t need a man (really?)
I don’t need a man I don’t need a man (truly)
I don’t need a man I don’t need a man
I can be good without a man

I wake up every morning
Have a busy day
And don’t have time
to have one good meal
But I started it because I liked it
It’s not a good pay but it’s all my sweat
It’s not a ring my boyfriend gave to me
My car, my clothe, all I paid for them
I bought them after installment savings
and giving money to my parents
What if the man leaves you when you trust him?
Do you envy me?
Then you lost

I can be good without a man
So don’t come by me
if you are not sure
I don’t sell myself to anyone
Because
I don’t need a man I don’t need a man (what?)
I don’t need a man I don’t need a man (really?)
I don’t need a man I don’t need a man (truly)
I don’t need a man I don’t need a man
I can be good without a man

'Pacar' dalam Kamusku


Pacar? Kata yang pasti familiar untuk setiap orang. Masalahnya, meskipun familiar, belum tentu semua orang pernah memilikinya #ups .Sengaja sih, nyindir para jomblo #nggak tau diri

Kenapa aku tiba-tiba menulis tentang pacar?
Karena tiba-tiba aku teringat kejadian tahun lalu saat aku TPB.
Saat itu aku berjalan-jalan dengan ibuku (suasana liburan).
Di tengah-tengah perjalanan, entah ada angin apa, ibu berkata, "nduk, nek saiki arep pacaran wes ra popo" (nduk,kalo sekarang mau pacaran udah boleh).
Langsung dong aku mengernyitkan dahi. Iyeu teh si ibu kunaon?
Bisa tebak seperti apa responku?
Dengan ekspresi datar seperti biasa, aku jawab, "mmm, ngko lah bu, gampang, nek wes jodo ben teka dhewe" (mmm, nanti deh bu, gampang, kalo udah jodoh juga datang sendiri).
Ibu pun hanya mengangguk-angguk dengan ekspresi yang sangat terbaca (yaudah deh terserah kamu).

Aku paham maksud ibuku. Mungkin beliau hanya sedikit khawatir.
Dalam satu hal ini aku jauh berbeda dari ibu dan mbakku.
Ibuku jaman muda entah berapa kali pacaran (banyak yang jelas).
Mbakku? Dari kelas 2 SMP dia juga sudah punya pacar dan aku pun tidak tahu berapa kali ganti (ini bahkan lebih banyak dari ibu). Dari yang selisih sekian tahun di atas sampai sekian tahun di bawah, semua sudah mbakku lalui (berasa naon kitu nyak?)
Aku? Boro-boro berapa kali, pernah aja kagak, hahaha (ini ngakak beneran, nggak bohong)

Pacar, atau apalah itu yang biasa diawali dengan 'tembakan' dan diakhiri dengan 'putus' (aneh ya, kenapa tembak pasangannya putus?), untuk beberapa orang mungkin merupakan elemen penting untuk menjalani hidup.
Aku pun tidak memungkiri itu, sepanjang dengan pacaran kedua orang yang bersangkutan bisa saling mendukung, saling mengerti dan memberi solusi, kenapa tidak?
Aku sendiri bukan orang religius yang anti pacaran karena 'katanya' banyak mudaratnya.
Untukku, semua kembali ke masing-masing pribadi.
Suatu hal yang jelek di mata orang, jika dikemas dan dilakukan dalam hal, waktu dan tempat yang sesuai, jelas dia tidak akan menjadi 'mudarat'. Jadi, itu masalah persepsi juga..

Kalau bukan anti lalu kenapa tidak mencoba?
Hmmmm, pengen sih. Nggak ding, hahaha.
Kenapa ya? Aku juga sebenarnya bingung #piye jal?
Yang jelas ada berbagai hal yang mendukungku untuk 'belum' menjalin status dengan orang (belum berarti akan kok #amin deh amin)
Aku bukan tipe cewek yang diidamkan cowok.
Katanya, cowok itu butuh sosok cewek yang bisa menenangkan, perhatian, dsb. Aku? Bahkan jauh dari kata perhatian.
Semua orang yang mengenalku tahu super cueknya aku, seberapa introvert-nya aku (bukan introvert ding, hanya lebih suka menyendiri, salah sendiri orang-orang marmos), kurang peka, suka tidur, aneh, kerjaannya ngemil, nggak bisa dandan, nggak bisa masak (cewek nggak sih sebenernya?).
Tapi, sejelek apapun sifat-sifat itu, aku selalu senang menjadi diriku sendiri. I love myself, the way I am..
Dan aku tidak suka jika ada orang yang berusaha mengubahku.
Aku bisa berubah, jika memang sudah saatnya aku berubah.
Aku dulu tomboy (bukannya sekarang masih?), anti pakaian feminin, anti make-up, anti pilih-pilih baju. Seiring umur bertambah, ada waktunya aku menjadi remaja yang memang sudah waktunya untuk menjadi 'cewek'. Dan saat waktunya tiba, aku berubah perlahan dengan sendirinya.
Aku hanya butuh waktu, aku akan menyadari seperti apa seharusnya aku dan aku bisa meng-handle itu semua.
Sayangnya, cowok yang bisa mengerti cewek seperti ini memang tidak banyak.
Kalau pun ada, belum tentu dia bisa bertahan menghadapi super cueknya aku, salah-salah akhirnya dia kepincut cewek lain (curhat dikit yak, hahahaha)

Alasan pendukung yang lain?
Mmm, buat aku pacaran bukan mainan, bukan sekedar suka-sukaan. Kalau bosen, putus, cari pacar baru lagi.
Kalau hidup seperti itu terus-terusan, kapan mau nikah? (sabar ya, mbak #eh #adikkurangajar)
Lebih baik tidak terlalu sering tapi langgeng kan?
Lagipula, aku bukan orang yang bisa dengan mudah melupakan orang yang pernah ada dalam keseharianku.
Kalau pun sudah bisa, susah membuka hati lagi kalo kata Riris, adik kelasku.

Ada lagi?
Aku tidak suka membuat orang lain tidak nyaman (kecuali aku benci orangnya :p)
Aku tahu sifat super cuek ini cenderung tidak baik untuk orang lain, lebih-lebih jika orang tersebut punya hubungan lebih dekat denganku.
Bisa jadi dia justru menahan sakit hati sendiri karena merasa tidak diperhatikan.
That's why I choose to be more independent, to be alone.
Lebih baik menyendiri kan daripada membuat suasana di keramaian menjadi tidak nyaman? :D
Walaupun banyak yang salah mengira aku introvert, aku malah nyaman dengan hal ini (tu kan aneh)
Lagipula aku tidak introvert, buktinya aku kenal dengan semua teman seangkatanku.
Dan buktinya juga, aku bisa menjadi tukang ngelawak saat aku berkumpul dengan sohib-sohibku.

Orang tuaku sangat paham dengan segala pribadiku ini.
Hebatnya, beliau tidak pernah melarang, menyuruh, atau mengomentariku.
Beliau berdua selalu berkata, anak-anak sudah besar dan tahu apa yang mereka lakukan.
Kalau sampai beliau berdua marah atau menegurku, itu berarti aku yang sudah keterlaluan.
Aduuuuh, syukur alhamdulillah ya Allah punya bapak-ibu kayak gini. Hohoho..
Tenang, pak, bu, insya Allah beberapa tahun lagi ada yang main ke rumah kok #ekspektasi, jiahahaha.
Kata orang, jodoh memang di tangan Tuhan, tapi kalau kamu tidak mengambilnya bagaimana jodoh akan jatuh ke tanganmu?
Kataku, jodoh di tangan Tuhan, masa depan juga di tangan Tuhan.
Tinggal pilih mana yang lebih mendesak untuk dilakukan.
Kalau masa depan memang lebih mendesak, ambil masa depan dulu.
Toh Tuhan tidak sejahat itu membatalkan jodoh yang sudah seharusnya untukmu, iya nggak, Tuhan #wink

Comeback

13 Februari 2013
(posted 19 Februari 2013)


Lama nggak nulis yaaaah?
Januari sudah lama berakhir, Februari sudah hampir setengah dan aku baru mulai menulis lagi..-_-
Kemana aja, siiiit?
Jawabannya : males, mager, nggak ada koneksi.
Hah.. #buang napas, tarik lagi
Januari seru loooh betewe, many things happened.

- Jalan-jalan (beneran jalan kaki, tapi pulang ngangkot, capek) sama Ibu muter-muter Bandung
- Belum juga masuk kuliah udah ada kerjaan di Bekasi dan langsung cair gajinya, subhanallaaaah..
Sunset dari jendela hotel di Bekasi
- Kuliah semester ini banyak jam 7 pagi-nya #sedih. Dosennya on time semua (yang woles satu doang). Terancam nggak bisa bolos (wah, udah muncul aja ni niat, hahaha)
- LKO yang super asik. Untuk pertama kalinya aku disuruh jadi ketua kegiatan (mainan doang alhamdulilahnya), bikin proposal, timeline, dsb (yang aku nggak pernah bikin sebelumnya,
kan biasanya jadi eksekutor), tapi kerennya menang gara-gara kelompok urang yang super ajib :D


Sisa-sisa kelompok Dies LKO 2013
[atas-kiri] cecil, aku, ervan, chris, laras, echa, bilvy
[bawah-kiri] hendry, afif, eko

- liat pelangi di sore hari jingga #asik (berasa bikin puisi)
pelanginya kurang keliatan, maklum, kamera hp

       Februari juga banyak, tapi males nulis. Yang jelas, pagi ini aku pake kaos yang lucuuu #pamer. Motifnya beruang-beruang kecil warna-warni, terus warna dasar kaosnya hitam.. Sayang beribu sayang, celetukan salah satu teman di kelas mematahkan hatiku, hahahaha (sejak kapan orang patah hati ngakak). You know what did her say?
[aku, sibuk menyalin catatan sembari menunggu ibu dosen datang]
Pr    : "Ih, Sitoooo, kaosnya lucuuuuu.."
Me     : "Hahaha, makasih-makasih, lucu kan lucu kan?" (senyum-senyum najis)
Dn    : "Ah, Sito mah nggak pantes pake beginian. Pantesnya kaos item gambar tengkorak."
Me    : "Oooh, sama celana yang ada rantainya itu ya?"
[ngakak semua]
Emang deh, mau tampil sefeminin, selucu apa pun, tetep aja disangka preman. -_-

Udah ah 'comeback' nya (berasa artis korea pake comeback). Kapan-kapan cerita lagi.. ^^