Laman

Selasa, 21 Juni 2016

...

Berawal dari beres-beres lemari sambil putar lagu di playlist (fyi, sejak pindahan besar meninggalkan Bandung bulan lalu, lemariku rasanya 'tidak layak' bahkan untuk dipandang, hahaha), tiba-tiba terbawa mekankolis.

Pas beres-beres gantungan kunci pas lagunya 5 Seconds of Summer, Amnesia,
"It's hurt to hear your name when I haven't seen you in so long.
It's like we're never happened, was it just a lie?
If what we had was real, how could you be fine?
'Cause I'm not fine at all.."




Terus lihat gantungan kunci. Terus baper.

Tetap mencoba cari pengalih perhatian, terus nemu ini, pas lagunya Shawn Mendes mulai.



"Cause even after all this time I still wonder why I can't move on
Just the way you did so easily"

Anjay. Baper lagi.

Merasa tersindir. Eh. Nggak ding.
Definisi move on buatku, yang penting tidak berlama-lama dalam kesusahan. Yang penting, mau tertawa, mau berusaha lagi, mau jadi berjalan maju pokoknya, bukan diam di tempat. So, yes, I'm moving on.

Pencet-pencet next. Lagunya malah semakin kacau. Kampret.
Akhirnya music player ditutup.
Hening. Lihat boneka itu. Sedih. Heu :(
Mau dibuang, sayang. Mau dibongkar, dulu bikinnya capek. Mau disimpan, buat apa.

Harusnya ini sudah bukan di lemariku, tapi di tempat seseorang. Seharusnya itu hadiah wisuda untuknya. Niat awalnya mau sok-sok surprise tiba-tiba nongol pas wisudaan, eh malah akunya mendadak ada ujian. Batal deh semuanya.
Seharusnya tinggalah seharusnya. Apalah arti seharusnya jika enggan berganti menjadi faktanya (weiisss).

Waktu berlalu terlalu cepat sepertinya. Seenaknya mengganti adegan demi adegan yang terjadi. Diputarbalik. Dicampuraduk. Dipontangpanting. Dibalikin lagi. Dan manusia yang merasa jadi korban, hanya bisa ikut alur. Nangis. Berdiri lagi. Tertawa. Nangis lagi.

Hari ini mungkin hidupmu rasanya baik-baik saja. Tapi tidak ada yang bisa menebak esok-lusa akan jadi seperti apa.
Dan bodohnya aku yang unaware dengan ini semua. Sok-sok positive thinking, merasa semuanya undercontrol, semuanya baik-baik saja.
Hingga akhirnya aku sadar, dia yang dulu kerapkali berkata, "Jangan pergi", dia juga yang perlahan menghindar, menjauh, dan akhirnya menghilang. Meninggalkan tanya, juga koma, yang jelas bukan titik.
Masih berusaha kuat, I'm keep telling myself that everything is fine, I'm okay..

Don't ever ask me whether I'm really that strong or just pretend.
Jawabannya, bila kau pikir aku sekuat itu, 24/7 aku bahagia.. (really like this song)
Nggak sekuat itu sih, tapi setidaknya cobalah berbahagia.
Nangis sih, tapi ya jangan keseringan.
Sedih sih, tapi jangan kebablasan jadi sedih-sedih banget.
Hidupku tidak semerana itu.

Beberapa waktu lalu, aku mendengar kabar tentangnya. Entah benar atau hanya selentingan. Aku tidak mampu menanyakan kebenarannya.
Bagaimana bisa jika dia menjaga jarak sejauh itu.
Sedih? Pasti. Lalu apa? Entah. Toh, aku juga tidak bisa berbuat banyak.
Sejak dulu, aku tidak berani berharap terlalu tinggi. Menduga bahwa pasti 'ada' yang akan terjadi.
Berusaha membangun benteng lagi dan bersiap sakit hati. Tetap saja tidak kusangka akan sesakit ini.
Patah hati sesakit ini ya, Tuhan? (entutmu ah, Yan)



Aku masih berharap mendapat jawaban atas semuanya. Karena selalu ada alasan atas semua tindakan.
Kalau tidak, setidaknya aku ingin titip pesan, jika mungkin terbaca olehnya.

Kalau ada sebesit keinginan untuk datang lagi, datanglah dan jangan pergi lagi.
Sebaliknya, kalau sudah tetap hati untuk pergi, pergilah dan jangan datang lagi.

Aduh, sudah, Dian, jangan ngarep, jelas-jelas yang dipilih yang kedua. Hahaha. Ya, intinya, jangan buat emosiku labil. Aku juga pengen kali totalitas moveon-nya.

Tapi terlepas dari itu semua, dia tetap temanku. Setidaknya aku menganggap demikian.
Jadi, kalau memang jadi menikah, kabar-kabarilah teman yang satu ini.
Kabari aja, jangan diundang. Nggak akan dateng ini mah. Hahahaha.
Daripada ada disana tapi aku cuma bisa meradang..menjadi yang di sisimu (njuk malah nyanyi, pret).

Once again, I'm okay.. Sedih memang, tapi masih batas wajar. So, everyone, don't worry about me yaa..



Dia pernah bilang, aku berhak mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari dia.
Aku harap demikian. Semoga dipertemukan dengan yang lebih baik.
Semoga kami bisa dengan baik-baik,
menjalani hidup kami,
masing-masing..

Selasa, 14 Juni 2016

6 Bulan Yang ... (4)

Kok batinnya yang sakit?

Ceritanya begini.. Kalau baca pos ku yang dulu-dulu, pasti tahu kalau sebelum sidang aku galau sendiri mau lanjut sekolah, kerja, atau bagaimana. Jadi di waktu-waktu kosong menuju wisuda aku berusaha menyusun rencana tentang masa depan, yang pada akhirnya setelah matang malah gagal dieksekusi. Gimana nggak sakit hati cuy?

Sejak masa-masa TA sampai hari wisuda tiba, rencanaku belum terencana (halah opo jal). . Akhirnya setelah memaksa diri untuk berpikir jauh, aku memantapkan hati dan memutuskan untuk tidak mencari kerja terlebih dahulu, melainkan mengejar keinginan yang tertanam sejak tahun 2011. Menjadi pengajar muda. Baru setelah kegiatan di Indonesia Mengajar selesai aku akan sekolah lagi.

Mengapa demikian?

Aku suka mengajar. Meski tidak ahli, aku suka. Aku suka berbagi hal yang aku bisa kepada orang lain. Itulah mengapa aku betah menjadi seorang tutor.
Kata bang Pandji Pragiwaksono, kita harus menemukan passion kita. Kalau bingung passion-nya yang mana, coba lihat lagi. Kegiatan yang rela kalian lakukan tanpa memungut bayaran, kemungkinan itu adalah salah satu passion kalian.
Dan dari situ aku tahu. Mengajar adalah salah satu passion-ku.

Sekedar cerita, dulu aku pernah punya cita-cita menjadi guru TK. Aku suka anak kecil. Meski kadang bandel, pikirannya masih lurus. Akan menyenangkan jika bisa menjadi bagian dari proses tumbuh dan berkembang mereka.

Aku juga punya satu keinginan terpendam lagi. Aku ingin 'dibuang' ke ujung-ujung negeri ini. Ingin menjadikannya garda terdepan negara ini, bukan pelosok negeri yang terabaikan. Ingin menjadi 'berarti' untuk setidaknya segelintir manusia.
Aku bukan aktivis kampus. Aku juga bukan penggila traveling. Aku justru mager. Tapi aku tidak keberatan untuk berjalan-jalan melihat pemandangan baru. Bukan sekedar ramai-ramai naik gunung, ramai-ramai liburan ke pantai dan berfoto, tapi menikmati perjalanan dan pemandangan dengan sudut yang agak berbeda.

Dan Indonesia Mengajar bisa memfasilitasi itu semua.

Lalu kenapa harus sekarang?

Simple. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau ditunda lain kali, belum tentu bisa dapat izin dari orang tua. Apalagi masih seger-seger nya lulus kuliah. Semangat masih berkobar untuk mengabdi kepada bangsa. Mumpung diizinkan orang tua. Cus lah. Bulan Desember aku resmi mendaftar pengajar muda.

Seleksi pengajar muda hanya terdiri dari 3 tahap.
Seleksi pertama, via online, mengisi data-data pribadi dan membuat beberapa esai.
Seleksi kedua, ada esai yang harus dibuat dan studi kasus ( permasalahannya seputar kendala-kendala di daerah pelosok), simulasi mengajar, psikotest, diskusi grup dan wawancara.
Seleksi ketiga, medical check up.
Jadi bisa dibilang, yang berat ada di seleksi satu dan dua. Entah mengapa aku merasa yakin bisa melalui seleksi kedua tapi malah was-was dengan seleksi pertama, karena esaiku harus semeyakinkan mungkin.

Akhir tahun ditutup dengan hasil seleksi tahap satu. Terpilih 200 orang dari ribuan pendaftar. And I passed :) Dan aku akan mengikuti seleksi berikutnya di Yogyakarta pada akhir Januari.

Kita bisa berencana, tapi Allah tetap pengendali segalanya.
H-1 seleksi kepalaku pusing dan aku demam tinggi. Aku masih berharap demam turun sembari menata berkas-berkas dan bersiap berangkat ke Jogja. Tapi orang tuaku kemudian melarangku. Kasihan badannya, katanya. Sampai malam kepalaku masih pening, meskipun demam agak turun. Semalaman itu, aku hanya menangis karena satu lagi mimpi harus dikubur.
Di hari-H aku mengurung diri di kamar, hanya keluar untuk makan atau ke toilet. Membayangkan berada di ruang seleksi menyayat perasaanku dan hanya membuatku menangis lagi.

Keesokan paginya, masih dengan perasaan sedih, aku mendapat kabar buruk yaitu diagnosa dokter yang mengharuskanku bed rest selama beberapa waktu dan tidak boleh bepergian jauh selama 2 bulan. Nangisnya jadi dobel.

Karena tidak bisa kembali ke Bandung, aku jadi repot sendiri. Cancel semua jadwal mengajar, telpon sana-telpon sini, watsapp sana-watsapp sini. Cari tutor pengganti juga, yang susah dilakukan saat itu karena kuliah sudah dimulai, jadi pada sibuk. Padahal waktu itu mau OSK, tolak-tolak deh semua tawaran ngajar. Tapi aku agak bandel ding, pas badan terasa mendingan sedikit aku terima tawaran ngajar, habisnya bosen sih nggak ngapa-ngapain. Lagipula cuma terima satu kok, deket lagi tempatnya, kan nggak papa..

Nah, sekarang kan sudah sehat? Sudah ngapain aja, Dian?

Daftar Indonesia Mengajar lagi? Sayangnya tidak. Izin yang diberikan hanya satu kali. Udah nggak dibolehin sekarang. Mengingat sekarang aku lebih mudah capek dan ngos-ngosan, bapak-ibu tidak mau ambil resiko.
Daftar beasiswa? Belum. Orang pengobatannya belum tuntas, mana ada yang mau kasih surat keterangan sehat?
Keterima S2? Belum juga. Orang universitas yang diincar sudah tutup pendaftaran jauh-jauh hari, November tahun lalu.
Kerja? Wah. Ini skip deh, aku yang belum mau dan belum siap bekerja kayaknya.
And here I am.
Sekarang yang jelas sedang berusaha mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Waktunya istirahat sepertinya. Menikmati masa di rumah dulu. Bapak-ibu mah seneng-seneng aja anaknya yang 7 tahun hidup jauh sekarang di rumah.

Semoga bisa mengejar semua ketertinggalan ya, Dian. Pelan-pelan yang penting jalan. Semangaaattt !!

Senin, 13 Juni 2016

6 Bulan Yang ... (3)

Sesampainya di rumah, aku tidak langsung ke dokter. Sejak 3 hari di Bandung, pegal-pegalnya kumat lagi dan terbawa sampai aku pulang. Makanya butuh rebahan dulu seharian.
Jahatnya si ibu, tahu anaknya begini malah disuruh nemenin kondangan. Jalan sedikit aja sakit apalagi nemenin kondangan? Tapi akhirnya aku mengalah juga, diiyain aja daripada kena omel.

Habis kondangan, kami sempat mampir ke rumah sepupuku. Kangen sih sama ponakan-ponakan sableng :) Terus mbak sepupuku kaget lihat badanku yang katanya kelewat kurus. Dia lalu masuk sebentar dan kembali dengan timbangan di tangan. Si mbak pun menyuruhku menimbang berat badan disana. 2 kali nimbang masih belum percaya. Akhirnya ibu yang baca angkanya.
Berapa coba? 36. Tiga-enam. Ini badan apa tulang kecil banget? Sedih lah.
Padahal terakhir nimbang masih 43, itupun udah ngerasa kekurusan.
Baru deh mulai percaya kalau ini kayanya sakit beneran.

Besoknya aku pun periksa ke dokter. Katanya harus dicek dahaknya dulu agar tahu pasti sakitnya apa. Sejauh ini dari gejalanya sepertinya paru-parunya bermasalah, entah kena bronchitis atau tubercolosis.
Setelah dicek ternyata aku positif terkena TB paru. Pengobatan pun harus segera dimulai dan baru selesai setelah 6 bulan.
Gile. Minum obat satu aja ogah-ogahan, sekarang harus minum obat banyak, gede-gede, tiap hari, selama 6 bulan.
Heuh, hayati lelah, abang..

Sebulan pertama rasanya penuh derita. Bukan hanya karena TB tapi juga yang lain. Badan yang awalnya pegal dan sakit buat jalan, bukannya mendingan malah tambah-tambah. Otot dan sendi ini tidak bekerja dengan baik.
Aku mulai kesusahan naik-turun tangga. Kalau jalan harus pegangan sesuatu. Agak susah nelen makanan, padahal obatnya banyak. Tangan tidak kuat mengangkat barang berat. Kalau batuk, wuh, perut sama dada sakitnya luar biasa.
Yang lebih menyedihkan kalau mau ke toilet. Mana harus lewat tangga, sampai toilet nangis dulu. Soalnya aku tidak bisa jongkok. Butuh waktu 5 menitan buat bisa jongkok. Itupun sambil nahan sakit.
Buset dah. Sakit ini menyiksa, Tuhan.
Tadinya mau disuruh opname aja beberapa hari. Nggak mau lah. Satu, aku benci bau obat (meski ujungnya harus ngobat lama banget). Dua, aku kurang suka hawa rumah sakit, nggak suka aja pokoknya.
Mau rawat inap kalau akunya bete ya sembuhnya tetep lama kali. Mana keluar uang lagi. Ogah. Mahal. Hahaha.

Alhamdulillah pengobatan cukup lancar. Masuk bulan ketiga batuknya sudah tidak separah di awal. Masalah otot-sendi yang ternyata agak lama. Sampai awal April pun aku masih susah berjalan (bisa jalan biasa, tapi harus lambat). Aku juga tidak bisa berdiri cukup lama, kakinya nanti gemetar. Ya intinya jadi lebih gampang capek.

Kalau sekarang alhamdulillah tidak ada keluhan dengan batuk. Obat masih jalan sih sampai sekitar sebulan lagi. Badan juga sudah baik-baik saja.
Ada beberapa yang jadi berbeda. Nafasnya tidak sepanjang dulu. Sekarang nafasnya lebih pendek. Jadi gampang ngos-ngosan dan nggak kuat nyanyi lagu-lagunya Sara Bareilles. Namanya juga paru-parunya pernah bermasalah, walaupun sembuh tetap tidak lagi sama.
Dan satu lagi yang berbeda, ketahanan terhadap dingin. Dulu sih kuat-kuat aja, sekarang mau mandi aja nunggu siangan. Kemana-mana jaga-jaga jaket. Kalau kena dingin dadanya sesak dan kadang-kadang batuk lagi. Jadi diantisipasi aja deh.
Nggak papa.
Yang penting sudah tidak sakit lagi.

Menahan sakit secara fisik mungkin relatif mudah. Tapi kalau yang sakit batinnya?

*bersambung*

Minggu, 12 Juni 2016

6 Bulan Yang ... (2)

Akhir tahun aku pulang ke rumah. Di rumah, baru deh mulai minum obat. Aku tidak memeriksakan diri ke dokter karena masih yakin batuknya batuk biasa dan bisa sembuh dengan obat biasa. Keluhan tambahannya sih, badan rasanya pegal semua. Aku pikir mungkin karena pas pulang kebanyakan bawaan. Ya namanya juga nyicil biar pas pulang kampung beneran barangnya nggak banyak-banyak banget. Hahaha.

Tahun berikutnya (ciye ganti tahun, jadi 2016, happy new year), minggu kedua Januari aku kembali lagi ke Bandung karena rutinitas sebagai tutor kalkulus maupun olim masih terus berjalan. Jadi, mbak tutor ini harus kembali merantau.
2 hari sebelum kembali ke Bandung untungnya aku sempat pijat dulu ke teman pakdhe-ku jadi badan agak enakan.

Aku berangkat hari Kamis sore. Kali ini aku tidak sendirian. Ibu ikut. 2-3 hari mau main di Bandung. Pengen jalan-jalan ke Pasar Baru katanya (dasar ibu-ibu).
Di hari Sabtu, aku bangun pagi-pagi karena harus bersiap berangkat nutor olim. Pagi itu aku demam, menggigil dan gemetar sampai-sampai ibu sempat menyuruhku tetap di rumah. Tapi mana bisa? Mana ada tutor yang bisa menggantikan kalau semendadak ini? Akhirnya aku tetap berangkat, dengan jaket dan kaos kaki tebal, meninggalkan ibu sendirian, seharian.
Alhamdulillah hari itu aku tidak apa-apa dan kegiatan belajar juga berjalan lancar. Sorenya, hujan turun deras. Tol macet. Aku sampai di kosan kehujanan. Alhasil demam lagi dan aku langsung beristirahat sambil dijaga ibu.
Malamnya, bapak menelepon. Ibu menceritakan kondisiku. Bapak pun meminta ibu untuk menunda kepulangan dan menjagaku di Bandung. Nanti saat waktunya cukup luang ibu bisa membawaku pulang untuk diperiksakan di rumah, agar kondisiku bisa dipantau oleh keluarga. Karena jadwal nutor olim minggu itu cukup padat jadi aku baru bisa pulang seminggu kemudian. Ibu pun menjagaku selama sekitar 10 hari di kosan.

Ada ibu rasanya berbeda.
Makan lebih teratur.
Tidur juga teratur.
Kalau batuk ada yang ngelus-elusin punggung.
Kalau demam ada yang pegangin tangan waktu tidur.
Kalau muntah ada yang ribet ngambilin tisu dan kresek plastik.
Kalau tengah malam ada yang solat terus nangis di sebelah kasur. Katanya kasihan lihat anaknya kayak gini.
Aduh, ibu mah bikin terharu.

Seminggu kemudian aku pulang bersama ibu. Hanya membawa satu ransel dan tas tenteng. Laptop pun ditinggal karena aku pikir 2-3 hari kemudian aku sudah di Bandung lagi. Ternyata salah. Aku akhirnya harus menetap di rumah selama 2-3 bulan bukan 2-3 hari.

*bersambung*

6 Bulan Yang ... (1)

Suram.
6 bulan yang suram.

Kembali ke tahun lalu..
Sejak wisuda sampai bulan Desember aku masih menetap di Bandung dikarenakan kakak tutor yang baik hati ini tidak sampai hati meninggalkan adik-adik sendirian menghadapi si kalkulus (preketek ah) dan tiap Sabtu juga rutin nutor olimpiade di Jakarta, apalagi sering ada tawaran nutor olimpiade di beberapa tempat, lumayan dong, jalan-jalan.

Masalahnya adalah.. Jeng jeng jeng. Batuk. Iya. Batuk. Sesederhana itu. Tapi domino effect nya yang membuatku sedih dan harus me-reset semua plan.

Batuk ini berawal entah sejak kapan dan entah darimana. Seingatku, di awal semester ini pun sudah batuk, karena saat nutor kalkulus batuk seringkali memaksaku berhenti nyerocos ngejelasin materi. Tapi awalnya hanya batuk-batuk ringan seperti biasa. Jadi kupikir bisa diabaikan lah ya.. Toh biasanya juga sembuh sendiri tanpa obat.

Yang agak aneh, sampai bulan November pun batuknya tidak berhenti. Saat itu aku masih tidak merasa terlalu terganggu untungnya. Bahkan aku juga masih jalan-jalan kemana-mana (jalan beneran. Pakai kaki. Bukan motoran). Pas anniversary angkatan pun aku ikut jalan di Tahura. Dan sepulang dari sana masih baik-baik saja. Ya paling demam-demam aja. Dan tanpa diobati demamnya turun sendiri. Biasanya juga kalau kecapekan langsung demam. Masih biasa lah pikirku.

Puncaknya ada di bulan Desember-Januari. Rasanya fisikku super drop. Intensitas batuknya juga semakin tinggi.
Tiap habis dari kamar mandi, sampai kamar batuk.
Tiap habis jalan agak jauh, batuk.
Naik tangga cuma satu lantai, ngos-ngosannya minta ampun, capeknya kayak habis lari.
Tiap sore suhu badan naik, tapi sehabis tidur beberapa jam suhu normal kembali dan aku terbangun dengan badan yang penuh keringat lagi-lagi seperti habis lari, terus bangun-bangun batuk lagi.
Saking seringnya batuk, mood makan turun drastis.
Gimana mau makan? Belum apa-apa batuk, di tengah-tengah ngunyah batuk, mau nelen batuk lagi, kan keselek terus jadinya.

Pertengahan Desember batuknya mulai menyakitkan. Perutku seringkali kaku karena terlalu banyak batuk. Kalau batuknya agak lamaan biasanya sampai muntah juga. Sehabis muntah baru terasa lega tapi badan lemas kehabisan tenaga. Kemana-mana sedia jaket karena kalau kedinginan batuknya jadi lebih sering. *bersambung*

Sabtu, 11 Juni 2016

Hei :)

Hello?
It's me
I was wondering if..

Stop, stop. Nanti kebablasan satu lagu ditulis liriknya.

Lama tak berjumpa ya? Setengah tahun lho. Luar biasa memang saya -.- Nanti aku akan cerita kok kenapa 6 bulan terakhir ini "ngilang". Be patient, guys. Yang penting muncul dulu biar eksis (naon maneh, Yan?)

Oke. Ini 2016. Berikut ucapan-ucapan yang mungkin terlalu terlambat untuk diucapkan sekarang. Lha yo ben. Blog blog-ku yo karepku tak isi opo. Hahaha

"Selamat tahun baru 2016, semoga tahun ini menyenangkan"
"Selamat hari lahir yang ke-23, Dian Sito Rukmi. Be a better girl, Day. Don't cry too much, don't think too much, keep strong, be patient, just step forward and go as far as you can"
"Selamat menikmati pekerjaan baru di tempat baru, Mbak-ku sayang, eh kurang, selamat pacarnya juga baru lagi. Hahaha"
"Selamat Tim OSN SMA Jateng, khususnya tim Matematika. Proud of you, boys. Kece ih kalian"

Dan yang cukup up to date

"Selamat belajar di Jawa, keponakanku, Miftahul Sifa. Jangan nakal-nakal nanti dikirim pulang ke Riau tahu rasa dirimu"
"Selamat menjalankan puasa semuanya. Alhamdulillah masih bisa menikmati Ramadan kembali. Semoga imannya dan pahalanya bertambah banyaaaak. Aamiin"
"Selamat ya, tinggal 1,5 bulan lagi tuntaslah segala pengobatan ini. Yang sehat, yang sehat.."

Udahan ya, bahaya kalau telat bangun sahur. Good night !!