Laman

Selasa, 14 Juni 2016

6 Bulan Yang ... (4)

Kok batinnya yang sakit?

Ceritanya begini.. Kalau baca pos ku yang dulu-dulu, pasti tahu kalau sebelum sidang aku galau sendiri mau lanjut sekolah, kerja, atau bagaimana. Jadi di waktu-waktu kosong menuju wisuda aku berusaha menyusun rencana tentang masa depan, yang pada akhirnya setelah matang malah gagal dieksekusi. Gimana nggak sakit hati cuy?

Sejak masa-masa TA sampai hari wisuda tiba, rencanaku belum terencana (halah opo jal). . Akhirnya setelah memaksa diri untuk berpikir jauh, aku memantapkan hati dan memutuskan untuk tidak mencari kerja terlebih dahulu, melainkan mengejar keinginan yang tertanam sejak tahun 2011. Menjadi pengajar muda. Baru setelah kegiatan di Indonesia Mengajar selesai aku akan sekolah lagi.

Mengapa demikian?

Aku suka mengajar. Meski tidak ahli, aku suka. Aku suka berbagi hal yang aku bisa kepada orang lain. Itulah mengapa aku betah menjadi seorang tutor.
Kata bang Pandji Pragiwaksono, kita harus menemukan passion kita. Kalau bingung passion-nya yang mana, coba lihat lagi. Kegiatan yang rela kalian lakukan tanpa memungut bayaran, kemungkinan itu adalah salah satu passion kalian.
Dan dari situ aku tahu. Mengajar adalah salah satu passion-ku.

Sekedar cerita, dulu aku pernah punya cita-cita menjadi guru TK. Aku suka anak kecil. Meski kadang bandel, pikirannya masih lurus. Akan menyenangkan jika bisa menjadi bagian dari proses tumbuh dan berkembang mereka.

Aku juga punya satu keinginan terpendam lagi. Aku ingin 'dibuang' ke ujung-ujung negeri ini. Ingin menjadikannya garda terdepan negara ini, bukan pelosok negeri yang terabaikan. Ingin menjadi 'berarti' untuk setidaknya segelintir manusia.
Aku bukan aktivis kampus. Aku juga bukan penggila traveling. Aku justru mager. Tapi aku tidak keberatan untuk berjalan-jalan melihat pemandangan baru. Bukan sekedar ramai-ramai naik gunung, ramai-ramai liburan ke pantai dan berfoto, tapi menikmati perjalanan dan pemandangan dengan sudut yang agak berbeda.

Dan Indonesia Mengajar bisa memfasilitasi itu semua.

Lalu kenapa harus sekarang?

Simple. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau ditunda lain kali, belum tentu bisa dapat izin dari orang tua. Apalagi masih seger-seger nya lulus kuliah. Semangat masih berkobar untuk mengabdi kepada bangsa. Mumpung diizinkan orang tua. Cus lah. Bulan Desember aku resmi mendaftar pengajar muda.

Seleksi pengajar muda hanya terdiri dari 3 tahap.
Seleksi pertama, via online, mengisi data-data pribadi dan membuat beberapa esai.
Seleksi kedua, ada esai yang harus dibuat dan studi kasus ( permasalahannya seputar kendala-kendala di daerah pelosok), simulasi mengajar, psikotest, diskusi grup dan wawancara.
Seleksi ketiga, medical check up.
Jadi bisa dibilang, yang berat ada di seleksi satu dan dua. Entah mengapa aku merasa yakin bisa melalui seleksi kedua tapi malah was-was dengan seleksi pertama, karena esaiku harus semeyakinkan mungkin.

Akhir tahun ditutup dengan hasil seleksi tahap satu. Terpilih 200 orang dari ribuan pendaftar. And I passed :) Dan aku akan mengikuti seleksi berikutnya di Yogyakarta pada akhir Januari.

Kita bisa berencana, tapi Allah tetap pengendali segalanya.
H-1 seleksi kepalaku pusing dan aku demam tinggi. Aku masih berharap demam turun sembari menata berkas-berkas dan bersiap berangkat ke Jogja. Tapi orang tuaku kemudian melarangku. Kasihan badannya, katanya. Sampai malam kepalaku masih pening, meskipun demam agak turun. Semalaman itu, aku hanya menangis karena satu lagi mimpi harus dikubur.
Di hari-H aku mengurung diri di kamar, hanya keluar untuk makan atau ke toilet. Membayangkan berada di ruang seleksi menyayat perasaanku dan hanya membuatku menangis lagi.

Keesokan paginya, masih dengan perasaan sedih, aku mendapat kabar buruk yaitu diagnosa dokter yang mengharuskanku bed rest selama beberapa waktu dan tidak boleh bepergian jauh selama 2 bulan. Nangisnya jadi dobel.

Karena tidak bisa kembali ke Bandung, aku jadi repot sendiri. Cancel semua jadwal mengajar, telpon sana-telpon sini, watsapp sana-watsapp sini. Cari tutor pengganti juga, yang susah dilakukan saat itu karena kuliah sudah dimulai, jadi pada sibuk. Padahal waktu itu mau OSK, tolak-tolak deh semua tawaran ngajar. Tapi aku agak bandel ding, pas badan terasa mendingan sedikit aku terima tawaran ngajar, habisnya bosen sih nggak ngapa-ngapain. Lagipula cuma terima satu kok, deket lagi tempatnya, kan nggak papa..

Nah, sekarang kan sudah sehat? Sudah ngapain aja, Dian?

Daftar Indonesia Mengajar lagi? Sayangnya tidak. Izin yang diberikan hanya satu kali. Udah nggak dibolehin sekarang. Mengingat sekarang aku lebih mudah capek dan ngos-ngosan, bapak-ibu tidak mau ambil resiko.
Daftar beasiswa? Belum. Orang pengobatannya belum tuntas, mana ada yang mau kasih surat keterangan sehat?
Keterima S2? Belum juga. Orang universitas yang diincar sudah tutup pendaftaran jauh-jauh hari, November tahun lalu.
Kerja? Wah. Ini skip deh, aku yang belum mau dan belum siap bekerja kayaknya.
And here I am.
Sekarang yang jelas sedang berusaha mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Waktunya istirahat sepertinya. Menikmati masa di rumah dulu. Bapak-ibu mah seneng-seneng aja anaknya yang 7 tahun hidup jauh sekarang di rumah.

Semoga bisa mengejar semua ketertinggalan ya, Dian. Pelan-pelan yang penting jalan. Semangaaattt !!

0 komentar: