Laman

Senin, 13 Juni 2016

6 Bulan Yang ... (3)

Sesampainya di rumah, aku tidak langsung ke dokter. Sejak 3 hari di Bandung, pegal-pegalnya kumat lagi dan terbawa sampai aku pulang. Makanya butuh rebahan dulu seharian.
Jahatnya si ibu, tahu anaknya begini malah disuruh nemenin kondangan. Jalan sedikit aja sakit apalagi nemenin kondangan? Tapi akhirnya aku mengalah juga, diiyain aja daripada kena omel.

Habis kondangan, kami sempat mampir ke rumah sepupuku. Kangen sih sama ponakan-ponakan sableng :) Terus mbak sepupuku kaget lihat badanku yang katanya kelewat kurus. Dia lalu masuk sebentar dan kembali dengan timbangan di tangan. Si mbak pun menyuruhku menimbang berat badan disana. 2 kali nimbang masih belum percaya. Akhirnya ibu yang baca angkanya.
Berapa coba? 36. Tiga-enam. Ini badan apa tulang kecil banget? Sedih lah.
Padahal terakhir nimbang masih 43, itupun udah ngerasa kekurusan.
Baru deh mulai percaya kalau ini kayanya sakit beneran.

Besoknya aku pun periksa ke dokter. Katanya harus dicek dahaknya dulu agar tahu pasti sakitnya apa. Sejauh ini dari gejalanya sepertinya paru-parunya bermasalah, entah kena bronchitis atau tubercolosis.
Setelah dicek ternyata aku positif terkena TB paru. Pengobatan pun harus segera dimulai dan baru selesai setelah 6 bulan.
Gile. Minum obat satu aja ogah-ogahan, sekarang harus minum obat banyak, gede-gede, tiap hari, selama 6 bulan.
Heuh, hayati lelah, abang..

Sebulan pertama rasanya penuh derita. Bukan hanya karena TB tapi juga yang lain. Badan yang awalnya pegal dan sakit buat jalan, bukannya mendingan malah tambah-tambah. Otot dan sendi ini tidak bekerja dengan baik.
Aku mulai kesusahan naik-turun tangga. Kalau jalan harus pegangan sesuatu. Agak susah nelen makanan, padahal obatnya banyak. Tangan tidak kuat mengangkat barang berat. Kalau batuk, wuh, perut sama dada sakitnya luar biasa.
Yang lebih menyedihkan kalau mau ke toilet. Mana harus lewat tangga, sampai toilet nangis dulu. Soalnya aku tidak bisa jongkok. Butuh waktu 5 menitan buat bisa jongkok. Itupun sambil nahan sakit.
Buset dah. Sakit ini menyiksa, Tuhan.
Tadinya mau disuruh opname aja beberapa hari. Nggak mau lah. Satu, aku benci bau obat (meski ujungnya harus ngobat lama banget). Dua, aku kurang suka hawa rumah sakit, nggak suka aja pokoknya.
Mau rawat inap kalau akunya bete ya sembuhnya tetep lama kali. Mana keluar uang lagi. Ogah. Mahal. Hahaha.

Alhamdulillah pengobatan cukup lancar. Masuk bulan ketiga batuknya sudah tidak separah di awal. Masalah otot-sendi yang ternyata agak lama. Sampai awal April pun aku masih susah berjalan (bisa jalan biasa, tapi harus lambat). Aku juga tidak bisa berdiri cukup lama, kakinya nanti gemetar. Ya intinya jadi lebih gampang capek.

Kalau sekarang alhamdulillah tidak ada keluhan dengan batuk. Obat masih jalan sih sampai sekitar sebulan lagi. Badan juga sudah baik-baik saja.
Ada beberapa yang jadi berbeda. Nafasnya tidak sepanjang dulu. Sekarang nafasnya lebih pendek. Jadi gampang ngos-ngosan dan nggak kuat nyanyi lagu-lagunya Sara Bareilles. Namanya juga paru-parunya pernah bermasalah, walaupun sembuh tetap tidak lagi sama.
Dan satu lagi yang berbeda, ketahanan terhadap dingin. Dulu sih kuat-kuat aja, sekarang mau mandi aja nunggu siangan. Kemana-mana jaga-jaga jaket. Kalau kena dingin dadanya sesak dan kadang-kadang batuk lagi. Jadi diantisipasi aja deh.
Nggak papa.
Yang penting sudah tidak sakit lagi.

Menahan sakit secara fisik mungkin relatif mudah. Tapi kalau yang sakit batinnya?

*bersambung*

0 komentar: