Laman

Minggu, 13 November 2011

Homesick Stadium 4

Kamar 5B, Asrama Putri ITB, Kanayakan, Bandung
13 November 2011, pukul 21.10 WIB
(2 hari setelah Dirgahayu HUT ke-177 Temanggung tercinta)




       Entah mengapa, sejak minggu lalu saya benar-benar merasa homesick. Mungkin karena minggu lalu pertama kalinya saya merayakan hari raya tanpa keluarga saya (sediiiiiihhhh). Ditambah lagi 12 hari lagi UTS II dimulai. Fisika, oh, fisika, mengapa dirimu begitu sulit untuk kupahami dan kukenal lebih jauh? Eh, bukan mengenal lebih jauh, sejujurnya saya sama sekali tidak ingin masuk jurusan fisika karena saya sudah cukup pusing di TPB ini. Jadi, fisika, mendekatlah kepadaku untuk tahun ini saja, karena tahun depan kita sudah tidak berjumpa lagi (insya Allah, amin.. :p) Oke, kembali ke topik semula.. Yaitu ke-homesick-an yang sedang saya alami.
       Sejak dulu, saya terbiasa hidup bersama keluarga saya, bahkan menginap di tempat saudara pun jarang. Ibu saya juga sering berkata , "Anakku ki pancen rada aneh kok, nek bocah-bocah umume ki ora betah neng omah, luwih seneng dolan. Nek anak-anakku luwih seneng neng omah turu apa ngancani ibu-bapakne timbangane lunga.." Itu komentar ibu dulu saat saya dan kakak saya masih kecil. Mungkin karena kebiasaan itu saya jadi sering merasa kangen rumah. Tapi, setidaknya parameter 'sering' untuk saya dan kakak saya tidak sama. Saya sendiri, merasa benar-benar merindukan suasana rumah sekitar 2-3 bulan setelah saya pergi. Sedangkan kakak saya hanya sekitar 2-3 minggu setelah dia pergi. Hahahaha.. Jauh sekali ya?
       Yang saya keluhkan karena homesick ini adalah.. saya jadi sering galau.. huhuhu.
Dalam satu hari saya tiba-tiba merasa begitu senang, padahal tidak mengalami apa-apa. Tapi tidak lama kemudian tiba-tiba saya jadi ingin menyendiri dan menangis sekencang-kencangnya. Oh, my God.. It makes me look like a crazy person. Ekstrimnya, saya bahkan memikirkan cara untuk pulang di sela-sela kesibukan kuliah ini. Perjalanan pulang ke rumah sekitar 10 jam. Berhubung hari Jumat kuliah selesai jam 9 pagi, saya bisa naik bis jam 12, sampai rumah Sabtu dini hari, kemudian saya bisa menikmati waktu di rumah hingga hari Minggu sore. Hari Minggu saya naik bis lagi ke Bandung jam 7 malam, dan Senin paginya saya sampai di Bandung langsung berangkat kuliah jam 7 pagi. Sekilas rasanya ,"oiya ya? perasaan pulang tu nggak ribet-ribet banget deh". Eitsss, itu kan hanya perasaan. Dengan saya pulang ke rumah, itu artinya
1. Saya menyiksa diri saya sendiri karena saya yakin saya akan kelelahan disebabkan oleh perjalanan yang terlalu jauh dan lama.
2. Saya boros uang, karena bolak-balik Bandung-Temanggung bisa menghabiskan uang 200-250 ribu rupiah. (lumayan untuk makan beberapa hari)
3. Saya meninggalkan unit saya yang sebentar lagi akan mengadakan pagelaran.
4. Saya meninggalkan baju kotor yang menumpuk, padahal baku olahraga harus dipakai untuk hari Selasa.
5. Saya justru akan banyak mengomel di rumah karena waktu yang terlalu singkat dan saya tidak sempat melakukan hal-hal yang saya inginkan.
6. Dan masih banyak lagi hal-hal 'tidak diinginkan' yang mungkin terjadi
Oleh karena itu, saya memutuskan untuk berpikir jernih dan menahan keinginan hati untuk pulang (berat banget tapi rasanya, seriusan deh).
      Walaupun hati saya dipenuhi rasa iri melihat teman-teman saya pulang, tapi saya bersyukur. Jika ditimbang-timbang dengan pemikiran yang rasional (weiiss, sok-sokan) , jelas bahwa
PULANG = RUGI
Untuk kasus ini tapi, bukan kasus yang lain.
Itu artinya saya lebih memilih berpikir logis daripada berpikir dengan hati. Mengapa saya bersyukur? Kata orang, wanita itu lebih sering menggunakan hati daripada logika. Oh, really? Faktanya saya tidak. :D
Selain itu, yang menjadi pertimbangan saya adalah kata-kata bapak saya. Beliau berkata,
"Nduk, jenenge wong urip kuwi tantangane akeh, kudu bisa tahan, ora kakehan ndersula.. Kabeh wong kuwi nduwe tanggung jawab dewe-dewe. Nah tanggung jawab mau sepadan karo apa sing wes dadi pilihane wong iku mau. Mulane takkandhani, nek ana pilihan, dipikir dhisik sakdurunge milih. Kenapa? Amergane nek wes milih, sampeyan kudu nglakoni apa sing wes dadi konsekuensine. Nek bisa nglakoni konsekuensine sesuai piye kudune, insya Allah diparingi gampang dalane neng urusan kuwi. Apa sing dadi kekarepane yo bisa kedadian.."
Then I thought again.. Kuliah di kota ini adalah keputusan saya sendiri, karena orang tua saya dulu justru berharap saya berkuliah di tempat yang lebih dekat. Itu artinya, godaan untuk pulang adalah konsekuensi yang harus saya hadapi. Dan saya harus bertahan, karena orang yang tangguh dan mampu bertahanlah yang bisa mencapai apa yang ia impikan. Isn't it? Kuliah bukan hanya untuk  mencari teman dan bersenang-senang. Tapi juga untuk meniti langkah mencapai tujuan serta mengukir kehidupan kita di masa depan. Jadi, orang yang cengeng dan mudah homesick tidak diharapkan disini. Akhirnya, saya mencoba mengobati rasa rindu ini dengan menelpon keluarga saya, berbicar dengan satu per satu dari mereka dan mengabarkan apa pun yang saya alami disini agar beban kecil yang saya rasakan bisa hilang. Selain itu saya pandangi foto mereka, setidaknya dengan itu saya merasa mereka ada di sisi saya.. :) Dan ternyata itu memang cukup berhasil mengobati homesick ini.. Semoga besok-besok saya tidak galau lagi, dan bisa lebih bersemangat menghadapi hari, tugas, kuis, dan UTS yang menanti. Ternyata banyak ya yang harus dihadapi sebelum liburan tiba? Huuuffffttt.. Hwaiting, Day!!! Sebulan lagi pulang.. Keluarga tercinta menunggu!! :)

It's my family! (dari kiri : Ibu, Luqman, aku, Mbak Nia, Bapak)

0 komentar: