Laman

Senin, 30 Januari 2012

Pria pun Menitikkan Air Mata

written January 21st,2012 at 7.50 am
in Paskal Hypersquare

       Mungkin yang membaca judulnya akan bertanya-tanya siapa yang menitikkan air mata. Oke, kita mulai saja ceritanya..
       Hari ini hari Sabtu, jatahku melatih anak-anak di Paskal seperti biasa. Karena beberapa hari ini aku hidup tanpa penunjuk waktu yang benar, ternyata jamku kelebihan 40 menit *so bad*. Dan alhasil, aku yang biasanya telat sekitar 15 menit malah datang 15 menit sebelum dimulai. Ternyata ada ritual di tempat les tersebut sebelum pelatihan dimulai (kok kesannya jadi horor ya?). Tapi ritual itu hanya sebutanku saja lho, maaf kalau berlebihan, hahaha...
       15 menit sebelum kelas dimulai, seluruh peserta pelatihan berkumpul di lantai 2 untuk mendengarkan Pak Aron (yang punya les-lesan) bercerita (semacam sohbet lah kalau untuk anak Pasiad). Berhubung pada pertemuan sebelumnya saya pernah mendengarkan sedikit sohbet beliau (di bagian ending-nya saja) yang isinya semacam motivasi untuk anak-anak, saya pikir kali ini juga begitu, isinya motivasi semua. Ternyata bukan.
       Pagi ini beliau bercerita tentang masa lalu. Tentang anak sulung beliau yang sangat ia banggakan.
Anak sulungnya ini sekarang menjadi pengajar Matlab di Singapura. Dulu beliau sekeluarga tinggal di Bengkulu. Walaupun beliau chinese, tapi beliau hidup miskin di sana. Untuk bertahan hidup, keluarga ini menjual roti. Ada warung di rumah tapi beliau juga menjajakan roti keliling menggunakan sepeda. Biasanya beliau pulang bersama anak sulungnya (bersamaan dengan ia pulang sekolah), dan anak itu beliau dudukkan di atas kardus yang beliau taruh di boncengan sepeda. Anak sulungnya itu rajin, dan beliau selalu berkata padanya," Kalau kamu ingin sukses, rajin belajar! Kalau tidak, kerjamu hanya di belakang."(sambil menunjuk bagian dapur, maksudnya kalau tidak rajin nanti kerjanya menjadi tukang roti saja). Dan dengan refleks anaknya tersebut langsung menggelengkan kepala. Apa pun yang beliau katakan, selalu ada embel-embel "rajin belajar". Kebiasaan inilah yang membentuk karakternya..
       Keitika ia lulus SMA, ia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Tapi karena ekonomi yang kurang mendukung, pak Aron mengajunkan syarat kepada anaknya. "Kamu boleh kuliah, nanti bapak jualkan tanah kita. Tapi, kamu harus janji jika suatu saat nanti bapak sudah tidak kuat, kamu yang harus membiayai sekolah adik-adikmu." Tanpa berpikir-pikir lagi, ia langsung menjawab, "Iya, Pak, saya janji". Mungkin dia saat itu belum tahu betapa susahnya melakukan janjinya itu.
       Akhirnya, dia mengikuti UMPTN tapi tidak berhasil, ia akhirnya kuliah di Universitas Maranatha. Uang hasil menjual tanah belum cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. Tapi akhirnya ia mendapat beasiswa. Dua ratus ribu per bulan. Entah pada saat itu, uang itu cukup untuk apa. Ia menyisihkan sedikit demi sedikit uangnya dan ia kirimkan ke Bengkulu. Begitu pula saat mulai bekerja, gaji pertamanya ia kirimkan ke rumah, dan gaji-gaji selanjutnya selalu ia sisihkan untuk dikirim ke rumah. Untuk memenuhi janji yang pernah dia ucapkan. Di sinilah pak Aron mulai menitikkan air mata. Beliau bukan sedih, justru karena bangga. Memiliki anak yang bertanggungjawab seperti itu. Setiap pulang, anak sulungnya ii selalu membawakan baju dan oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Dan ini juga yang membuat beliau tambah menangis. Karena hal kecil seperti inilah yang disebut perhatian. Hal yang sangat diharapkan orang tua dari anak-anaknya. Sepintar apapun anak, sesukses apa pun ia, jika tidak ada perhatian, orang tua pasti akan merasa terluka.. Bahkan, karena hal ini beliau berkata bahwa pandangan orang-orang itu salah. Orang yang lebih beruntung bukan orang yang memiliki anak laki-laki. Tapi perempuan. Anak laki-laki walaupun membawa martabat dan harga diri keluarga, jika ia telah dewasa mengurus dirinya, istri dan anaknya pun sulit, apalagi ayah-ibunya. Sedangkan anak perempuan, sesibuk apapun ia, pasti ada naluri untuk terus memberi perhatian kepada orang tuanya.. Dan hal itu yang selalu beliau banggakan dari putri sulungnya itu.
       Kisah yang sebenarnya biasa saja. Tapi cukup menginspirasiku. Karena aku juga lahir di keluarga yang kurang berkecukupan. Aku perempuan. Dan aku ingin membahagiakan keluargaku. Bukan hanya prestasi yang akan membanggakan orang tua, tapi perhatian yang lebih membanggakan. Karena itu, aku akan selalu berusaha menjadi anak yang kalian banggakan, Bapak, Ibu .. :)

0 komentar: