Laman

Selasa, 27 Maret 2012

Arti Kata Guru Untukku (part 1)

Hal pertama yang ada di pikiranku saat menulis ini adalah BAPAK dan IBU ku.
Mengapa beliau berdua? Sebenarnya sesuatu yang jelas lah yaa...
Sejak kita lahir, bukankah beliau berdua yang membesarkan kita, mengajarkan kita cara berbicara, berlari, naik sepeda, menulis, dsb. Sudah sepantasnya gelar guru terbaik selalu jatuh pada kedua orang tua kita.
Namun tidak hanya itu. Bukan hanya hal-hal secara fisik yang mereka ajarkan kepada kita?
Tapi juga hal-hal bersifat spiritual dan emosional.

Untukku sendiri, alasanku menyebut beliau berdua guru terbaik terlalu banyak untuk dituliskan. Satu hal utama yang bisa aku sebutkan adalah aku merasa menemukan kunci keindahan hidup dalam kedua orang tuaku.
Kunci hidup? Apa? Sukses? Kaya?
Tentu saja BUKAN itu. Kebahagiaan, itu dia. Kebahagiaan dunia maupun akhirat..


Saat aku kecil, bapak mengajarkan hal yang baru aku ketahui maknanya di akhir masa SMP ku. Sejak aku SD, bapak bekerja sebagai penjual bensin eceran, baru saat aku SMP beliau beralih menjadi tukang ojek. Dari jaman SD tersebutlah beliau mengajarkanku suatu pelajaran mulia.. Beliau bekerja, aku bersekolah. Sewajarnya anak sekolah, aku diberi uang saku oleh orang tuanya. Dan sewajarnya juga, uang itu beralih secara langsung dari tangan bapak/ibu ke tangan anaknya. Namun, berbeda dengan cara bapak. Bapak selalu menaruh uangnya di sebuah tas pinggang. Dalam tas itu semua uang yang dimiliki bapak berada (tentu saja selain beberapa rupiah di bank). Dan jika kami butuh uang saku, disitulah kami mengambil uang. Bapak tidak pernah mengambilkan uang dan memberikannya pada kami, anak-anaknya. Tapi beliau membiarkan saja kami mengambil uang seperlu kami langsung dari tempatnya. Kenapa? Karena bapak yakin kepada kami. Disinilah KEPERCAYAAN bapak yang begitu besar terlihat, dan KEJUJURAN kami diuji. Beliau selalu yakin akan kejujuran kami. Beliau selalu percaya bahwa kami akan melapor kepadanya jika kami mengambil uang lebih dikarenakan keperluan sekolah. Tidak hanya percaya, tapi SELALU PERCAYA. Jujur, sebelum beliau menceritakan maksud dari hal itu, aku pikir bapak seperti itu karena malas, mungkin karena beliau selalu pulang jam 3-4 pagi, beliau terlalu mengantuk untuk sekedar memberikan uang saku langsung, tapi ternyata tidak.
Bapak menceritakan hal ini saat aku hampir lulus SMP. Saat itu aku sudah punya tabungan yang dengan itu alhamdulillah aku bisa sedikit membiayai kebutuhanku dan tidak lagi mengambil uang saku dari tas itu. Mungkin karena itu bapak menceritakannya. Bapak memang orang terbaik. Yang secara tersirat selalu mengajarkan hal indah kepada kami. Bapak juga sering bercerita pajang lebar dan mengajak kami mengkaji tentang kehidupan, yang fana maupun abadi. Tentang pentingnya KEJUJURAN. Tentang indahnya KEIKHLASAN. Dan tentang SEGALA KONSEKUENSI di masa depan atas langkah yang kita ambil. Entah berupa kutipan buku yang pernah beliau baca, entah dari ilmu yang ia peroleh kala muda hingga dari pengalaman-pengalaman yang pernah ia alami. Miskin bukan berarti tak tahu apapun. Siapa sangka orang seperti bapak telah menempuh jalan yang begitu berliku. Orang hanya berpikir Tri Joko Subroto hanyalah seorang lulusan SMEA yang kini menjadi tukang ojek. Mereka tidak pernah tahu ada kisah apa di balik kehidupan bapak. Aku? Sebagian aku tahu, karena bapak senang berbagi pengalaman kepada anak-anaknya. Tidak jarang aku merasa sulit mempercayai cerita bapakku, tapi tentu saja hal ini segera luntur karena melihat bapakku yang superhebat ini, tidak ada yang tidak mungkin ia alami. Tersesat berhari-hari di pedalaman, terombang-ambing di lautan, menjadi kuli demi mencari uang. Kehidupan berat yang pernah ia jalani melatih bapak menjadi orang yang serba bisa. Anak mana lagi yang bisa punya bapak seperti ku? Bapak yang humoris namun tegas, piawai berceramah, olahragawan sejati, bisa main gitar, mahir berpidato, menjunjung tinggi kebenaran, rasionalis tapi juga realistis, pekerja keras dan serba bisa, asal kalian tahu bapak bisa memasak, bisa menjahit, bisa jadi kuli (tukang angkat atau pukul-pukul batu), bisa jadi tukang listrik, tukang ledeng, tukang payung, tukang sol sepatu, bahkan pengrajin meja-kursi-dll. Aku sendiri heran dengan keahlian bapak yang begitu banyak ini. Dan keheranan ini yang senantiasa menjadikannya sebagai idolaku..

Berbeda dengan bapak, ibu bukan orang yang se-multialent itu. Ibu wanita biasa, ibu rumah tangga yang sibuk mengurusi keluarga. Kecuali urusan memasak, karena biasanya bapak yang berbelanja sayuran dll (dasarnya si bapak kalau masak memang enak, jadi kami terima-terima saja, hehe). Yang banyak aku pelajari dari ibu adalah sifatnya. Aku menuruni banyak sifat dari ibu dan bapak. Dari bapak, sifat yang paling dominan adalah gengsi dan keras kepala, tapi tentu saja keras kepalanya karena kami memiliki pemikiran dan alasan yang kuat.. Sifat dari ibu menurutku lebih banyak yang turun kepadaku (ibu gengsian juga lho,hehehe). Kami berdua sama-sama pendendam. Alias, jika ada orang yang melukai hati, itu biasanya akan mengendap lama dan tidak kunjung hilang. Tapi begitu melihat orang itu dalam kesulitan, maka kami akan luluh dan justru menjadi kasihan. Ya, positive thinking nya berarti Allah tidak mengizinkan kami untuk menjadi orang yang terlalu jahat. :) Bukan hanya hal itu yang aku cermati dari ibu. Satu hal yang aku  bisa simpulkan dari ibu, ibu itu orang yang sangat menyayangi keluarganya. Ibu lahir sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara. Namun, ibu justru seperti anak sulung dari keempat bersaudara tersebut. Setiap ada sesuatu, justru orang yang pertama dicari adalah ibu. Ibu sering bilang bahwa kadang beliau juga jengkel dengan saudara-saudaranya yang kadang tidak mengikuti nasihatnya. Tapi saat mereka sedang dalam masalah, ibu yang akan dengan hebohnya mengkhawatirkan mereka dan dengan susah payah ikut mencari jalan keluar agar masalah itu cepat selesai. Pantas saja dari keempat bersaudara itu biasanya ibu yang paling diingat oleh saudara-saudara jauh kami.
Hal serupa juga kami alami di rumah. Semarah-marahnya ibu kepada kami, beliau tetap peduli. Apalagi saat ada yang sakit, beliau pasti bergegas mencarikan obat dan memaksa-maksa makan.Selain itu, ibu juga sangat menyukai kebersamaan. Kalian tahu? Jika aku sedang pergi berdua dengan ibu, kemana pun itu, kami jarang sekali mampir makan di luar. Pasti ujung-ujungnya kami membeli cemilan atau makanan ringan lain yang bisa dinikmati bersama di rumah sekeluarga. Kenapa? Karena makanan itu jauh lebih nikmat saat dimakan bersama-sama. Kalaupun yang kami beli itu untuk makan siang/malam. Ibu jarang membeli 5 porsi. Paling 2 atau 3 porsi penuh saja. Kenapa? Bukan karena pelit, tapi sekali lagi, yang dimakan bersama-sama itu lebih nikmat.. Karena itu jika ibu sedang pergi, kepulangan ibu menjadi penantian kami. Bukan semata-mata karena makanan tapi aura kasih sayang yang beliau bawa yang bisa menghangatkan kami.
Ibu orang yang paling kami sayangi.
Ibu orang yang paling aku sayangi. Aku harap aku tetap selalu bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari segala sikapmu. Tetap jadi ibu yang paling kami sayang yaaa...

Inilah kalimat-kalimat yang dapat kususun untuk menceritakan hal pertama yang terbesit di kepalaku ketika mendengar kata 'guru'. Orang bilang pengalaman adalah guru terbaik. Mungkin. Tapi untukku, orang tuaku adalah guru terbaik, karena apa yang  mereka ajarkan selalu lebih indah dari pengalaman yang pernah kualami. :)

0 komentar: