Laman

Selasa, 30 Mei 2017

Dunia yang Sempit

Saya masih ingin menulis tentang pernikahan.
Bukan, bukan baper atau kebelet pengen. Karena sedang masa-masanya banyak yang nikah saja (sampai bingung kalau mau kondangan soalnya banyak ini undangannya).

Kali ini saya ingin bercerita tentang beberapa teman saya yang sudah menikah. Teman olimpiade dulu lebih tepatnya.

Tahun 2014, saya dikagetkan oleh pernikahan salah satu "cewek keren" menurut definisi saya.
Salah satu orang yang menurut saya susah "ditaklukkan" lelaki.
Pokoknya cewek level agak tinggi lah bisa dibilang, hahaha.  Ini kalau orangnya baca pasti geli sendiri.
Namanya Mona.
Jagoan matematika pada masanya dulu. Teman OSN dari Jogja. Teman jalan-jalan, ngerandom, cari eskrim, cari rubik, cari barang-barang lucu, cari jajanan aneh-aneh dan sebagainya pas jaman pelatnas dulu.
Kaget banget waktu tahu Mona akan menikah. Dan tahunya pun lewat fb dan blog.
Tapi salah satu pos yang dia tulis di blog-nya menjawab keheranan saya : kok Mona nikah cepet?.
Sambil membaca pos tersebut saya pun sambil mengangguk-angguk membenarkan apa yang dia tulis. Intinya, dia bilang, cewek-cewek 'sok kuat' seperti dia sebenarnya tidak membutuhkan lelaki yang aneh-aneh.
Pada akhirnya, dia yang berani "nembung" ke orang tuanya lah yang pada akhirnya menang. 
Yap. Yang kami inginkan adalah keberanian dan aksinya bukan cuma omongan (saya ikut-ikutan merasa 'sok kuat' soalnya, jadi pakai 'kami'. Pret ah, Yan).
Ya tentunya ada beberapa syarat dan ketentuan kecil yang berlaku lah yaa.
Tapi tidak mengurangi poin utama kok. Yaitu yang serius dan yang berani.
Beberapa hari kemudian baru deh saya di-email-in undangannya.
Dan lebih kaget lagi waktu baca nama di undangannya.
Karena Mona menikah dengan kak Iib, alumni Kharisma Bangsa yang dulunya anak OSN juga. Kakaknya tidak kenal dengan saya sih, tapi saya tahu orangnya.
Namanya juga satu yayasan (berarti bisa jadi aku terkenal juga di antara adik-adik kelas sekolah lain yak, apasih, skip-skip).
They're both famous (di dunia olimpiade tentunya), jadi pernikahan mereka pun membuat heboh. Meskipun saat mereka OSN dulu, tahun 2008, mereka belum saling kenal, tapi tetap saja, mereka sama-sama anak OSN.
Lalu saya mulai berpikir : dunia sepertinya sempit.

Beberapa bulan kemudian, ada pernikahan lain yang fotonya ramai bertebaran di fb.
Mbak Sulis namanya.
Ini orang memang terkenal banget sih. Se-antero olimpiade. Se-antero ITB. Se-antero apalagi deh terserah. Suaminya saja tidak se-terkenal dia (sorry lho, Mas).
Saya pertama kenal Mbak Sulis justru setelah lulus SMA.
Berhubung salah satu partner nongkrong saya di tingkat satu adalah adik kelas beliau (Itsna, bocah sableng yang suka tidur di kelas dan ngebanyol, yang sekarang sedang jadi cewek Sendai),
saya jadi ikut-ikutan kenal beliau.
Apalagi teman saya itu suka menyama-nyamakan saya dengan si mbak.
Yang katanya isi omongannya mirip, kelakuannya mirip, nggak-jelas-nya juga mirip.
Padahal, menurut saya, mayoritas cewek-cewek olimpiade itu sealiran pemikirannya, makanya jadi mirip.
Saya sih seneng-seneng aja disamain sama mbaknya, untung di saya maksudnya. Tapi kasihan mbaknya kali ya.. Mana mbaknya super kece lagi. Kan saya jadi gimana gitu. Hahaha.
Back to the topic, Mbak Sulis ini ternyata menikah dengan mas Ridlo.
Keduanya partner saya mengajar olimpiade.
Mereka berdua juga partner olimpiade astronomi sejak SMA.
Dan akhirnya kuliah di jurusan yang sama di ITB, Astronomi 2008.
Dan disitulah cerita mereka bersemi... (berasa bikin cerpen).
Meskipun ceritanya bukan bermula saat OSN dulu, tapi lagi-lagi anak OSN ketemu anak OSN.
Nah kan, dunia sepertinya memang sempit.


Ada lagi yang ini masih hangat nih.
Bulan lalu, teman olimpiade saya sejak SMP menikah.
Namanya Sena.
Anak kesayangan dosen-dosen SC UNDIP pada masanya.
Si Sena ini dulu saingan berat saya ketika mengikuti olimpiade di SMP.
Mana dia pinter banget, sedangkan saya masih newbie waktu itu, jadi kalau lihat bocah ini rasanya sebel aja (padahal mah iri ini, bukan sebel, hahaha).
Kalau yang ini pernikahannya tidak mengagetkan sih. Karena sama calonnya (eh, sudah istri ding) pun saya kenal. Se-geng malah dulu.
Sena menikah dengan Nadya. Keduanya anak SC Undip 2007. Makanya saya kenal dua-duanya. Sejujurnya saya masih merasa lucu sih, kalau ingat masa-masa jaman SMP.
Karena waktu itu tidak pernah ada bayangan kalau pasangan ini akan berjodoh.
Nadya, saya dan 2 cewek lain (Sekar dan Septa) dulunya partner nongkrong (anak tongkrongan dari dulu memang). Nadya satu-satunya anak Fisika di antara kami bertiga yang semuanya anak Matematika.
Saat itu, yang nge-geng bukan cuma kami, yang lain banyak. Termasuk para cowok.
Salah satunya geng yang sok-sok pakai nama Team Rocket. Isinya 3 anak matematika (Sena, Faiz, Yanuar), 1 fisika (Toga), dan 1 biologi (Faisal).
Kedua geng ini juga tidak akrab sedari awal.
Awalnya karena si Faisal pedekate dengan si Septa (meskipun akhirnya cuma jadian sebentar lalu putus). Baru deh kami suka nongkrong bareng.
Kalau makan nasgor bareng-bareng, main kartu rame-rame.
Kadang ejek-ejekan sampai teriak-teriak.
Kadang colong-colongan sepatu atau kunci kamar.
Kadang juga manjat balkon kamar terus cekakakan, sampai akhirnya Pak Bair datang dan kami semua lari.
Kocak sih kelakuannya jaman itu.
And you know what? Bahkan Sena Nadya ini pun sempat hilang komunikasi 2-3 tahun.
Baru ketika SMA (lebih tepatnya saat pembinaan pra-OSN 2010) tiba-tiba komunikasinya tersambung kembali. Lalu LDR-an deh mereka semasa kuliah. Seneng tau jadi saksi mata cerita mereka.
Dari awal ketemunya, sableng-sablengnya pas pembinaan SC.
Lalu hilang komunikasinya, karena Nadya tidak lolos OSN, dan mereka pun melanjutkan sekolah di tempat berjauhan, mana Sena yang anak Tarnus tidak pernah pegang HP.
Terus pas mereka jadi dekat lagi, pas pembinaan buat OSN 2010 kalau Sena bosen pasti langsung kontak Nadya, terus anak-anak lain jadi suka ngegodain dan ngerecokin.
Lalu, pas mereka LDR-an, Nadya di UNS Sena di ITB. Sena masih satu unit dan satu bimbel olimp dengan saya, karena itu saya masih tahu kabar mereka berdua.
Dan terakhir bertemu, sekitar 1,5 tahun lalu, sebelum saya wisuda, Nadya sedang liburan ke Bandung dan mengajak bertemu.
Lucu sekali melihat teman masa kecil menjalin hubungan dan kadang-kadang saling kode-kodean (taulah ya).
Sama seperti sebelumnya, pasangan satu ini juga tidak menjalin hubungan di masa mereka bersama di olimpiade, namun beberapa tahun setelahnya. Tapi tetap saja, anak olimp ketemu anak olimp. Masih mau dibilang tidak sempit dunianya?


Satu lagi. Yang ini baru diangkat dari api. Masih hot.
Ini pernikahan salah seorang teman lama, teman sekamar saya saat pembinaan pra-OSN 2008.
Namanya Mbak Tukah.
Saya sih dulu manggilnya Mbak Tuki atau Mbak Tuk-tuk.
Mbak Tuki ini salah satu dari dua cewek Fisika Jateng di tahun itu.
Dia orangnya nggak bisa diem. Kalau tidak bicara ya makan. Ramenya luar biasa.
Suka nangis-nangis kalau lihat soal susah.
Dan kalau stres sukanya nyanyi teriak-teriak, berasa kamar saya dipasang speaker double bass. Saking berisiknya (saya sih tidak merasa berisik, orang saya juga ikut-ikutan nyanyi),
kadang Mas Mahdi (anak Fisika juga) yang tinggal di wisma sebelah sampai membalas teriak dari wismanya dan menyuruh kami diam.
Mbak satu ini termasuk mbak yang saya peluk kencang sambil nangis pas kami harus kembali ke daerah masing-masing sepulang OSN dari Makassar.
Dia alhamdulillah sudah menikah sekarang. Baru dua minggu (atau tiga) yang lalu pernikahannya. Pernikahannya tidak menggunakan acara yang ramai-ramai, yang penting khidmat dan sederhana. Nggak nyangka lho Mbak Tuki bisa menikah seperti ini.
Dulu saya pikir akan ada dangdutan 7 hari 7 malam, dan yang  nyanyi pengantinnya. Hahaha.
Well, time changes lot of things. Termasuk mbak Tuki.
Sepanjang perubahannya baik, menurut saya itu tidak salah, ya kan ya kan?
Dan, kalian tahu siapa pengantin prianya?
Anak fisika Jateng 2008 juga ternyata.
Mas siapa ya namanya, saya lupa. Saya sih ingat mukanya aja. Yang agak gendut pokoknya (ngapurane yo, Mas).
Padahal dulu mereka tidak terlihat punya hubungan.
Mmm, mungkin lagi-lagi sama seperti sebelumnya ya.
Cerita dimulai justru ketika masa-masa bersamanya selesai.

Hah, bosen ya? Ketemunya sama anak OSN lagi, anak OSN lagi.
Kurang sempit apa deh ini dunia?


Lalu sekarang saya mulai menebak-nebak, kira-kira siapa lagi partner-partner olimpiade yang ternyata berjodoh.

Kan kondangannya jadi seru, berasa reuni.
Mungkin Melinda, mmm atau Jujun malah?
Atau jangan-jangan saya sendiri (pret, Yan, pret).


Kalau tidak salah, si Riris pernah iseng forward tulisannya Tere-liye yang tentang jodoh-jodohan sambil menambahkan tulisan, "Jangan-jangan anak OSN".
Waktu itu sih saya pikir, "Masa iya? Sempit amat dunianya", sambil geleng-geleng.
Kalau sekarang, melihat kejadian-kejadian di sekitar saya selama ini, saya mulai berpikir lagi.
Dalam sekali OSN saja ada ribuan peserta yang ikut.
Kalau sejak SMP saya mulai mengikuti olimpiade, berarti sudah ada sekian ribu orang yang saya temui.
Dari sekian ribu itu, siapa tahu ada jodoh saya nyempil.

Well, mungkin kalau ditanya seperti itu lagi, kali ini saya akan menanggapinya dengan "Bisa jadi.", sambil tertawa :D
Syukur-syukur jodohnya yang kayak GD atau Taeyang atau Seungri juga boleh (duh, kan malah fangirling). Hahaha.

0 komentar: