Laman

Senin, 30 Desember 2019

Fighting The Battle (Sekedar Curhatan Sampah Biar Plong)

30 Desember 2019

Hey-yo, everyone..
It has been 2 years since my last post.

Buat yang agak heran kenapa blognya mati suri lama banget, jangan khawatir ya..
Blognya kok yang mati, aku alhamdulillah masih diberi kehidupan.

Sejak akhir 2017 aku ngerasa lebih happy aja hidupnya.
Banyak banget kejadian seru yang terjadi tapi bahkan satu pun nggak aku tulis (abaikan kata sapa yang ganti-ganti kadang pakai aku kadang pakai saya).
Kenapa nggak ditulis?
Karena aku lebih menikmati hidup aja sih kayaknya.
Rasanya selama ini aku super aktif nulis kalau lagi stres, pusing atau patah hati.
Berhubung hidupku baik-baik saja ya absen nulis deh hahaha (mana janjimu dulu yang katanya mau rutin nge-blog hei Dian pembohong).


Oke, kalau hidupku baik-baik saja, terus kenapa tulisan ini tiba-tiba muncul?

Ini masalahnya, beberapa bulan lalu, entah kenapa tiba-tiba tingkat stresku naik dengan cukup signifikan, sampai-sampai aku kewalahan sama diriku sendiri.





As I said before, sebenarnya hidupku cenderung baik-baik saja.
Aku ceritain kronologi kasarnya deh biar kebayang se-baik-baik-apa hidupku ini.


Setelah aku punya problem dengan orangtuaku sendiri masalah pekerjaan, akhirnya semua bisa saling memahami dan menghargai, dan masalah itu bisa dibilang selesai sepenuhnya.
Kalau cuma masalah omongan tetangga, orang-orang juga tahu Dian super cueknya kayak apa.

Setelah itu, awal Desember 2017 keponakan pertamaku lahir.
Jujur, dia bener-bener membawa kebahagiaan tersendiri di hidup keluargaku.
Karena dia, sekarang aku paham kenapa orang tua selalu berharap cepat-cepat punya bayi.
Pokoknya si bayi terlucu tapi nyebelin ini udah kayak matahari deh di rumah.
Kadang bikin cerah suasana, tapi kalau energinya kelewat gede bisa bikin semua orang gerah dan emosi, hahaha.

Selama 2 tahun ini juga aku masih seperti biasa menikmati kehidupan freelance.

Ngajar ke tempat-tempat yang lebih jauh dan nggak terduga.
Belajar hal-hal baru biar laptop nggak nganggur, jadinya otak-atik Photoshop, Illustrator sama After Effect.
Belajar makeup dengan gaya-gaya yang tadinya bold pengantin sampai yang super simple ala-ala korea, bahkan no makeup-makeup yang cuma mengandalkan rentetan skin care, sedikit concealer, eyeshadow dan lipstik nude.
Ngabisin duit buat bepergian sendiri, kadang sama Luqman juga ding.
Sengaja nyisihin uang dan waktu cuma buat nonton turnamen bulutangkis, nonton Proliga, nonton stand up comedy maupun nonton konser.
Jarang banget nangis. Bukan berarti nggak pernah sedih ya, kadang ada juga yang bikin sedih, tapi nggak tahu kenapa malah nggak nangis, mungkin karena terbiasa meng-sugesti diri sendiri buat jadi super kuat dan lebih memilih mengabaikan rasa sakit.
Dan yang paling penting, kecuekanku meningkat drastis .
Sebenernya memang agak nggak sehat sih kalau berlebihan, tapi waktu itu aku berpikir nggak ada salahnya kalau itu bisa bantu aku survive.

Intinya, hidupku bahagia. Kurang sempurna apalagi?


And then, September 2019 's coming. When everything's changing and I was on my worst.


Awal September aku masih pergi ke Palembang buat ngajar.
Itu adalah akhir dari rentetan mengajar persiapan kompetisi tahun ini ceritanya.
Karena buat persiapan tahun depan palingan baru dimulai Desember atau Januari.
Bahkan tepat setelah pulang dari Palembang, aku langsung kondangan ke nikahannya Ilfan.

See? I was still alright. Masih kelayapan begitu.

Masuk minggu kedua bulan itu aku tiba-tiba ngerasa penat dan jenuh. Moodnya juga nggak enak. Pengen nangis terus.
Tadinya aku pikir gejala PMS, tapi bahkan setelah masa menstruasinya selesai, situasi tidak lebih baik.
Aku juga bingung, orang tadinya nggak papa kok tiba-tiba kayak capek banget sama hidup.

Terus aku coba pakai trik biasanya dong, yang sok-sok kuat, senyumin aja, bilang sama diri sendiri "nggak usah mikirin yang nggak penting", pura-pura nggak papa dulu, fake it until you make it.

Dan...

Nggak mempan.
Mantul semua.
Malah jadi tambah buruk.


Nyoba buka medsos, cari hiburan.

Eh malah tambah kesel.

Terus malah jadi insecure sama diri sendiri dan jalan yang juga aku pilih sendiri.
Mulai banding-bandingin juga sama hidup orang.
Terus mikir, "Sumpah ya, kok hidup aku nggak adil banget?" (Ya Allah, maaf ini dosa besar)

Karena sadar medsos nggak membantu, aku sengaja ngilang dari semua medsos.
Kecuali salah satu akun instagramku (nggak usah bingung, IG aku emang banyak), line dan youtube. WA cuma dipakai buat chat Luqman, selebihnya no.
Ini membantu sih, seenggaknya hidupku lebih tenang tanpa notif berisik yang ngerusak mood.


Apa masalah sudah selesai?


Hell, no.

Dalam keadaan kacau malah ada masalah lain yang mengganggu.
Apalagi nggak banyak yang bisa aku lakukan, karena aku tidak punya wewenang untuk memperbaiki. I was so helpless, pengen bantu tapi nggak bisa.
Dan keadaan makin tidak karuan.

Aku susah banget makan.
Nggak ada nafsu-nafsunya lihat makanan.
Tapi karena cukup sadar kalau sakit akan merepotkan, aku sedia oatmeal sama sereal biar perut tetep bisa terisi.

Aku makin sering nangis.
Tiap malam bahkan.
Pas semuanya udah tidur, aku sesenggukan sambil nyalain TV biar nggak ada yang denger.

Aku juga masih toxic sama diriku sendiri.
Mikir yang jelek-jeleeeeek terus.
Ngerasa jadi orang yang nggak berguna,
nggak bisa ngapa-ngapain, 
sok ide memulai sesuatu tapi ada aja hambatannya,
semua keterampilan yang dipunya cuman setengah-setengah,
nggak bisa sosialisasi sama orang,
nggak layak jadi anak, adek, kakak, temen, nggak layak buat siapapun.

Semakin denial dan mencoba sugesti bagus, malah semakin nggak tenang.

Saking insecure-nya, aku takut buka medsos lagi.
Takut ngobrol bahkan chat sama temen-temenku juga.
Aneh banget nggak sih?


Tapi kalau dikiranya aku pasrah sama keadaan, sorry ya, Dian bakal mengusahakan apapun buat kelangsungan hidup.
Jadi aku coba ngelakuin semua hal yang biasanya bikin aku bahagia, at least it could make me smiling and laughing.

Nyanyi?
Tapi nggak bisa, suaraku jadi aneh karena keseringan nangis malem-malem.
Nggambar?
Preketek, nggak punya ide samsek.
Pada akhirnya cuman buka youtube, nontonin tayangan ulang badminton sama korea-an.
(Iya, tayangan ulangnya, soalnya suasana hati lagi nggak enak pas turnamennya berlangsung jadi sengaja nggak livestreaming.
Iya juga, korea-an, dari dulu kan emang hobi fangirling, memudar pas kuliah, lanjut lagi pas masa sakit pasca lulus itu)
Paling nggak, nontonin video youtube bisa bikin senyum dulu.
Mau sedih lagi beberapa saat kemudian nggak papa deh.
One step ahead is better than going nowhere.


During that times, aku sempet download twitter lagi, dan login setelah bertahun-tahun.
Random aja sih, 
karena dunia twitter kan lebih absurd dan orang-orangnya lebih bisa bikin ketawa.
Berhubung fangirlingnya mulai kenceng, ya jadi follow perkoreaan juga.
Apalagi obrolan sesama fangirl kan nyambung banget.

Sampai di pertengahan Oktober,
tanpa diduga, muncul kabar Sulli meninggal.
Iya, Sulli f(x) yang super cute ituuuuu.
Sedih lagi dong akunya.
Mana dugaannya dia bunuh diri karena depresi lagi.

Nah loh.
Jadi kepikiran, jangan-jangan aku gangguan mental juga tapi nggak nyadar?

Temen-temen di fanbase jadi saling memastikan kalau nggak ada yang depresi juga.
Banyak yang nyaranin kalau ragu mending ngobrol ke psikolog.
Bahkan ada yang kasih kontak-kontaknya juga.

Jadi makin takut dong.

Bukan takut kalau emang depresi lalu bunuh diri lho ya.
Justru yang aku takutkan kalau aku emang depresi dan emotionally unstable,
terus bunuh orang gimana?
Seriusan, rasanya aku lebih mungkin bunuh orang daripada bunuh diri.
Setinggi itu egoku buat bertahan hidup.

Tapi tetep aja, aku khawatir sama kesehatan mentalku sendiri.
Mana di rumah nggak ada yang bisa diajak ngobrol masalah beginian karena pemikirannya beda.
Jadi daripada buang waktu dan tambah stres, mending cari jalan keluar sendiri.


Lalu kapan semuanya perlahan membaik?
Ini agak konyol ceritanya, tapi berhubung faktanya emang demikian, nggak papa ya diceritain.


Oke, suatu hari aku lihat cuplikan video Namjoon (iya, Namjoon, Kim Namjoon, Rap Monster alias RM BTS) ngomong, "Army, don't forget to love yourself, love myself".

Tadinya sih lewat doang,
tapi lama-lama aku mikir jangan-jangan selama ini caraku 'loving myself' itu nggak tepat.
Toh tekanan yang aku rasain ini asalnya dari dalam diriku sendiri, bukan dari orang lain.
Nggak ada yang menekanku, tapi aku nggak bisa kontrol pikiranku sendiri.
Nggak bisa kontrol emosiku sendiri.
Dan aku tertekan sendiri.

Terus beberapa hari kemudian lewat lagi tweet orang, isinya videonya Namjoon lagi.

Intinya dia cerita kekhawatirannya di awal karir, jaman masih trainee, terus debut,
dicaci-maki orang karena mukanya yang nggak sesuai standar ganteng Korea,
nama panggungnya yang aneh banget.
Dihina gara-gara outfit Bangtan murah dan agensinya mau bangkrut.
Dia juga pernah sedih, pernah mau nyerah, tapi nggak jadi karena tahu banyak orang yang masih sayang dia dan mau sepenuh hati dukung dia.
Terus dia sadar, kalau seburuk apapun dia di masa lalu, itu tetep bagian dari dirinya sampai kapanpun.
Makanya dia mulai dari mencintai dirinya sendiri,
yang kemarin, yang sekarang, maupun yang akan datang,
baru dia bisa mencintai orang lain di sekitarnya.
Dari situlah kenapa konser BTS temanya Love Yourself Speak Yourself.
Dia bilang, kita nggak perlu pura-pura jadi orang lain.
Yang penting kita jadi diri sendiri, lebih tepatnya jadi versi terbaik dari diri kita sendiri.


Dan...

Aku nangis dong sepanjang dengerin dia ngomong.
Sampai bermenit-menit setelah hp-nya aku taruh bahkan.
Kayak ditampar gitu lho.

Selama ini aku melatih diriku buat jadi keras dan kuat,
nggak usah nangis kalau nggak perlu.
Pernah bilang sama diriku sendiri juga, "Nggak papa nangisnya dihabisin dulu, Dian, besok udah senyum lagi, nangisnya dijadiin pelajaran".
Tapi nyatanya, tiap kali selesai nangis, langsung pura-pura tegar dan nggak inget dirinya sendiri pernah lemah.
Ternyata aku sesombong itu.
Bahkan omonganku sendiri pun aku ingkari.
Astagaaa...
Ini pertama kalinya orang asing yang dunianya sejauh itu bisa bikin aku nangis dan introspeksi diriku sedalam ini.

Berhubung setelah nangis rasanya super plong, mulailah aku berselancar di dunia maya, Twitter, Youtube, Vlive buat dengerin omongannya para member Bangtan, nggak cuma Namjoon.
Dan sekarang aku paham kenapa BTS bisa jadi Group Korea terbaik saat ini dan ARMY jadi fandom terbesar yang pernah ada.
Kalo kata ARMY, Bangtan tahu cara menggapai orang-orang yang jauh dari mereka tanpa harus bertatap muka, nggak cuma lewat musik dan performnya tapi juga cara mereka bicara meskipun bukan komunikasi dua arah.
Seriously, they're so damn gooooddd.
Ya dari dulu juga udah bagus, dan aku suka, cuman aku jadi kobam berat sama BTS gara-gara ini hahaha.
Aku mau nonton kalian pokoknya kalau kalian konser di Indo, yaaaa, Bangtaaaannnn...
Sayang sama fandomnya juga, Army, makasih semangatnyaaa.
Let's shine, dream, smile, Army!


Bisa dibilang, momen ketemu lagi sama BTS ini jadi momen kembalinya kesadaranku.
Nggak tahu gimana caranya,
sejak malam itu, seakan-akan semesta ikut mendukung dan bilang,
"Everything will be okay, Dian, just keep on believing and you'll be okay."
Pas buka IG Twitter ada aja postingan yang sesuai sama keadaanku dan bikin aku semangat.
Pas mau mulai sedih lagi, ada aja yang bikin ngakak.
Pas butuh temen buat chit-chat tapi belum siap chattingan sama temen sendiri,
fanbase rame anak-anak yang pada ngebanyol,
apalagi ARMY sama ELF, cocok sih emang bergaul sama mereka.
Nggak idolnya nggak fansnya gendeng semua.
Pas pengen random pergi tapi nggak ada alasan, tiba-tiba Falah sama Syera ngasih undangan nikah (iya, temen kesayangan aku ini udah nikaaahhh, aku senaaaannggg),
jadi aku bisa merandom sendirian ke Banjarnegara, yeay.
Btw, ketemu Falah berpengaruh besar juga ternyata.
Obat terbaik kayaknya emang obrolan santai sama teman lama yaaaa.
Apalagi beberapa hari lalu, random banget grup chat Mars PDA rame, gara-gara si Nyuk ngajakin ngumpul super dadakan, ngajakin kumpul habis Magrib, bilangnya jam setengah 6, hebat..
Ajaibnya, nggak wacana dong kumpulnyaaa.
Kocak banget, no ngaret-ngaret club juga.
Aku bangga deh, hahahaha.
Sewajarnya geng SMP kumpul, pasti pulang-pulang perut kaku karena kebanyakan ketawa.
Emang bohong banget kalau ada yang bilang bisa bertahan hidup tanpa teman, aku sih fix nggak bisa.


Dan, sekarang....
Alhamdulillah,
aku baik-baik aja.
Bukan sekedar jawaban formalitas tiap kali pertanyaan apa kabar muncul...
Tapi beneran,
aku baik-baik sekarang.


Reminder buat diriku sendiri, biar nggak sampai sejauh ini lagi stresnya...


~ Gangguan mental seperti stres, depresi ataupun anxiety,
nggak melulu disebabkan oleh faktor eksternal, ada juga yang disebabkan oleh faktor internal.
Karena beban atau pemikiran yang dipendam sendiri dan terus menumpuk,
pas otak dan batinnya nggak kuat, efeknya bisa cukup parah.
Jadi, sekarang aku nggak akan menekan diriku lagi.
Bodo amat sama gengsi.
Nangis ya nangis.
Kesel ya kesel.
Seneng ya seneng.
Udah.
Nggak perlu dipendam-pendam, nggak perlu ditutup-tutupi.

~ Berhenti jadi cewek kuat.
Semua orang punya kekuatan sekaligus kelemahannya masing-masing.
Cukup maksimalkan kekuatannya buat nutupin kelemahan,
bukan sok-sok-an kuat dan pura-pura nggak punya kelemahan.
Kalau diri sendiri lagi lemah, lepasin aja, toh hidup harus seimbang.
It's okay not to be okay. 
Be the best version of yourself.
Titik.

~ Semua orang pernah bikin salah ataupun punya masa lalu yang nggak menyenangkan.
Mungkin memang memalukan, menyakitkan, menyesakkan.
Meskipun masih berpikir bahwa melupakan bisa mempermudah jalan ke depan, jangan diterusin.
Toh selama ini usaha melupakan selalu memperburuk keadaan.
Terima aja dulu meskipun susah.
Itu yang membentuk diri sampai masa ini.
Sekarang yang penting jangan berhenti berusaha buat jadi lebih baik.
Nanti insya Allah ada waktunya Dian jadi cukup bijak dan dewasa buat mengerti pelajaran apa yang bisa diambil.

~ Fokus sama hal yang bikin bahagia.
Mau orang, benda, hobi, apapun itu, asal bikin kamu bahagia tanpa nambah dosa, pertahankan. Nggak usah pelit-pelit sama diri sendiri.
Bodo amat orang bilang buang-buang duit, orang cari sendiri juga duitnya, nggak nyopet nggak pesugihan hahaha.

~ Tinggalin hal yang bikin emosi apalagi sakit hati , menerima kekurangan diri sendiri bukan berarti meruntuhkan benteng pertahanan dan mempersilakan orang lain memandang kamu rendah.

~ "Jangan doa yang jelek buat diri sendiri", Falah 2019.

~ Kalau sedih, curhat pertama ke Tuhan dulu, baru yang lain.

~ Teman itu kebutuhan bukan kepentingan, belajar buat nggak egois sama orang lain maupun sama diri sendiri.

~ Last but not least, you're worthy, Dian, you know it. 
You are, and you will always be.



Tinggal sehari dan 2019 habis.
Semoga diberi umur sampai tahun-tahun berikutnya, ya, Allah.
Btw, sampai detik ini masih non-aktif-in notif WA dan line, kecuali buat keluarga, dan masih enggan buka instagram juga (kecuali akun random-ku itu).
Masih belum siap aja, hehehe, bentar deh ya, mau tarik nafas dulu, nanti juga on lagi.
Mohon maaf kalau ada yang berkepentingan tapi sampai sekarang belum diwaro, mohon dimaklumi.


Bye all, see you in 2020 :)

0 komentar: