Laman

Sabtu, 25 Februari 2012

Inspirations. Again.

       Pagi ini saya mengikuti bridging BIUS yang kedua. Bridging pertama saya tidak datang karena sakit :( Tapi tidak mengecewakan kok. Bridgingnya seruuuuuuuuuuuuuuu!!
       Bridging kali ini menghadirkan beberapa relawan dan alumni ITB yang telah sukses. Ada 9 orang yang menjadi pembicara dan kemudian 2 orang lagi yang kemudian datang menyusul. Di antaranya adalah kak Imam, kak Billy, kak Ben, kak Hanafi, kak Taufik, kak Angga, kak Devi, dan yang lainnya saya agak lupa namanya. Disini, mereka menceritakan kehidupan mereka sebelum, saat bahkan setelah menjalani pendidikan di ITB serta yang paling penting yaitu perjalanan mereka merintis karir. Mayoritas dari mereka berasal dari desa dan juga berasal dari golongan menengah ke bawah.
        Awalnya mereka bercerita tentang kehidupan mereka sebelum menjadi mahasiswa ITB. Ada yang di SMA mendapat rangking dari 5 hingga 38 sehingga targetnya hanya lulus SMA kemudian ingin mengembangkan bakat menggambar yang dimiliki sejak kecil di FSRD ITB,  dan pada akhirnya rangking 38 yang diperoleh di SMA berubah menjadi IP 3,8 saat kuliah. Ada juga yang memang sudah berprestasi bahkan mengikuti olimpiade dari masa sekolah menengah. Kakak-kakak ini memiliki modal masing-masing dan kisah yang berbeda untuk masuk kampus ITB.
       Selanjutnya adalah tentang kehidupan mereka saat berkuliah di ITB.
Karena sebagian besar berasal dari golongan menengah ke bawah, tentu saja permasalahan finansial menjadi faktor utama yang mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak jarang dari kakak-kakak ini bahkan tidak makan beberapa hari karena tidak ada uang, atau kalaupun makan, mereka makan apa adanya. Dengan biaya terbatas tentu saja makan pun tidak bisa bermewah-mewah. Salah satu kakak ada yang terbiasa sarapan dengan gorengan, makan siang dengan nasi (entah lauknya krupuk, atau gorengan lagi, kadang juga nasi ditambah kecap) dan malamnya makan dengan mie. Akibatnya, kakak ini akhirnya bermasalah dengan ususnya, dan dia berkata, “Kalau yang ini jangan ditiru ya” (“iya kok, kak, saya nggak mau niru”, menjawab dalam hati). Tapi sesuai apa yang diucapkan oleh salah satu pembicara, jika kita berada dalam situasi yang tidak nyaman, justru kita punya peluang dan dorongan yang lebih untuk bisa bekerja keras demi keluar dari rasa tidak nyaman tersebut. Orang yang berada dalam ketidaknyamanan tidak seharusnya merasa dirinya paling malang dan menderita, yang harus dilakukan adalah menjadikan semua itu sebagai faktor untuk bergerak. Begitu pula yang terjadi pada kakak-kakak itu. Mereka melakukan banyak hal untuk memperbaiki keadaan mereka. Ada yang usaha berjualan gorengan, berjualan susu, bekerja di TU jurusan/fakultas, bahkan bekerja hingga keluar kota dan harus bolak-balik Jakarta-Bandung. Walaupun berat tapi tetap saja bisa dilakukan karena dorongan yang begitu kuat tadi. Salah satu pembicara berkata bahwa jika kita ingin sukses melakukan sesuatu maka yang harus dimiliki adalah BIG VISION, BIG DREAMS, serta KEMAUAN dan USAHA yang harus melebihi HAMBATAN yang mungkin kita temui. Karena biasanya orang yang mengalami rintangan justru akan putus asa dan berhenti begitu saja. Pada akhirnya usaha-usaha yang mereka lakukan itu bisa membawa mereka lulus dari ITB tepat waktu maupun lulus dari ITB pada waktu yang tepat :). Melihat perjuangan keras kakak-kakak ini, sudah semstinya kita harus mensyukuri apa yang telah kita terima. Mendapat beasiswa itu adalah hadiah yang besar, bisa sekolah tanpa biaya saja sudah sangat alhamdulillah, apalagi ditambah biaya hidup yang seharusnya dinikmati dan disyukuri bukan dipersalahkan karena dana yang turun tidak tepat waktu.
       Berikutnya adalah kehidupan mereka setelah lulus dari ITB. Banyak di antara para pembicara yang kini menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha bukan pekerjaan instan. Menjadi pengusaha butuh proses yang lebih baik dilakukan secepatnya, dan waktu yang tepat adalah saat kuliah. Semua berawal dari hal yang sederhana, berawal dari modal yang kecil tapi dengan ketekunan, kesuksesan bisa dicapai. Salah satu pembicara memulai bisnisnya dengan Rp 750.000,00 yang merupakan uang patungan dari 3 orang, ia dan teman-temannya  mengorbankan 1 kamar kos sebagai kantor pertama mereka dan membuka kantor tersebut dengan syukuran yaitu makan gorengan di atas genteng. Hal yang sangat sederhana. Tapi buktinya sekarang bisa sukses.
Beberapa ada juga yang sedang atau akan melanjutkan studinya ke S2, mungkin untuk lebih memperdalam bidang yang diminati agar bisa lebih berguna ke depannya. Sedangkan untuk pembicara yang baru saja lulus, mereka lebih berminat untuk membantu masyarakat di bidang pendidikan. Wajar saja sekian banyak pembicara ini menempuh jalan yang berbeda-beda untuk sukses karena orang tentu memiliki pendapat masing-masing. Yang jelas, kesuksesan mereka butuh proses yang panjang yang membutuhkan banyak pengambilan keputusan. Banyak dari mereka yang nekat keluar dari “zona aman” karena hanya dengan cara tersebut mereka bisa maju. Mereka meninggalkan pekerjaan yang enak, gajinya lumayan, dsb. Alasannya, karena kesuksesan bukan dinilai dari uang . Banyak aspek yang perlu mendapat perhatian bukan hanya finansial. Memang butuh KEBERANIAN untuk melakukan itu. Keberanian untuk menanggung resiko. Dan itulah modal yang harus kita punyai.
Selain itu, hal yang ditekankan juga adalah kekuatan doa dan kuasa Tuhan. Tidak jarang kita merasa sesuatu yang kita inginkan sangat sulit dicapai dan pada akhirnya kita gagal. Tapi di balik kegagalan itu Tuhan selalu menyiapkan kejutan berupa hal lain yang lebih indah dan jauh lebih baik. Kadang, berkebalikan dengan itu, saat kita menyerah terhadap sesuatu yang sebenarnya merupakan jalan kita, Tuhan akan membelokkan jalan kita menuju apa yang seharusnya. Tidak jarang juga kita dalam masa yang sangat kritis, doa menjadi satu-satunya bantuan kita. Dengan doa sesuatu yang tidak mungkin tiba-tiba bisa menjadi mungkin. Contoh dari para pembicara antara lain saat salah satu mencoba untuk memilih jalan menjadi penyanyi, ia justru gagal dan kemudian diberi kesempatan untuk memilih jalan yang lain, ada juga kakak yang dulu kesulitan untuk kuliah di Bandung dan bingung mendapatkan biaya dari daerah asalnya ke Bandung. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang menghubunginya dan menawarkan untuk membantu karena melihat berita tentangnya di surat kabar. Ada lagi kakak yang memiliki bisnis kaos dan saat bisnisnya lancar ia akan melamar calon istrinya, tapi kemudian bisnisnya turun dan saat dia membutuhkan biaya tiba-tiba mantan dosennya menelepon dan memberikan honor atas proyeknya saat kuliah yang dulu belum selesai. Untuk itulah, di balik usaha-usaha yang nyata yang kita lakukan, kita juga harus berusaha secara spiritual karena pemegang segala sesuatu hanyalah Tuhan.
Garis besar yang dapat saya ambil dari Bridging ini tentang kesuksesan adalah:
  •     Temukan hal apa yang disenangi (passion)
  •     Sukses butuh BIG VISION x BIG DREAMS x USAHA > HAMBATAN
  •     Bersyukur atas segala sesuatu yang didapatkan
  •     Untuk melakukan hal besar mulailah dengan langkah kecil terlebih dahulu.
  •     Harus BERANI memilih dan keluar dari zona aman
  •     Selalu kembalikan semua kepada-NYA

0 komentar: